image

image

Friday, May 30, 2014

Penawar


Dan Kami turunkan dengan beransur-ansur dari Al-Quran Ayat-ayat Suci yang menjadi ubat penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman kepadanya; dan (sebaliknya) Al-Quran tidak menambahkan orang-orang yang zalim (disebabkan keingkaran mereka) melainkan kerugian jua.
(Al-Israa' 17:82)

We send down (stage by stage) in the Qur'an that which is a healing and a mercy to those who believe: to the unjust it causes nothing but loss after loss. 


 Rasulullah semenjak di Utus Allah, berjuang menegakkan Tauhid, Jangan syirik kepada Allah
Inilah PENAWAR bagi setiap penyakit

sebab inilah, Kalimah paling Tinggi, Paling Mulia, Paling Utama, ialah Kalimah Tauhid "Tiada Ilah kecuali Allah" lailahaillAllah

Bagi mereka yang mencapai hidayah, dan Faham Hakikatnya, selamat lah diri mereka, Dunia sampai Akhirat

Sebab itulah ya, hanya Islam yang Allah terima

Islam itu kamu berserah dirimu bulat bulat kepada Allah, dan lain orang terselamat daripada gangguan lidah dan tanganmu

Sebab itu kataNya lagi: Orang beriman menauhidkan Allah itu, bertolong tolongan di dalam perkara kebajikan

Sementara Orang yang tidak menauhidkan Allah iaitu orang Kafir dan Munafik, mereka bertolong tolongan di dalam perkara keji dan maksiat serta mungkar

Seterusnya sebagai manusia yang memerlukan makan minum secara zahir, untuk kelangsungan hidup, agar terhindar dari Penyakit dan masalah, ikutilah sunnah nya

1. MADU:

Allah Ta’ala berfirman,”Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat penawar yang menyembuhkan bagi manusia.  Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang  memikirkan”
(QS. An Nahl : 69)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Kesembuhan itu ada pada tiga hal, iaitu dalam pisau pembekam, meminumkan madu, perawatan dengan besi panas (kayy).  Dan aku melarang umatku melakukan rawatan dengan besi panas” (HR. al Bukhari no. 5681)
Dalam sebuah riwayat lain disebutkan,”Alaykum bisy syifaa-ayna al ‘asali wal qur-aani” yang artinya “Hendaknya kamu menggunakan dua macam penawar; madu dan al Qur’an
(HR. Ibnu Majah dan al Hakim dalam Sahih-nya, beliau berkata, Hadis ini sahih sesuai dengan sistem periwayatan al Bukhari dan Muslim, dan disetujui oleh al-Zahabi.  Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu secara marfu’)
Imam Ibnu Qayyim al Jauziyah mengatakan, “Madu memiliki banyak khasiat.  Madu dapat membersihkan kotoran yang terdapat pada usus, pembuluh darah, dapat menetralisir kelembaban tubuh, baik dengan cara dikonsumsi atau dioleskan, sangat bermanfaat untuk lanjut usia dan mereka memiliki keluhan pada dahak atau yang metabolismenya cenderung lembab dan dingin”



2. HABBATUSSAUDA (JINTAN HITAM):

 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Sesungguhnya di dalam habbatus sauda (jinten hitam) terdapat penyembuh bagi segala macam penyakit kecuali kematian
(HR. al Bukhari no. 5688 dan Muslim no. 2215, ini lafazhnya Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Imam Ibnu Qayyim al Jauziyah berkata: ‘Jintan hitam memiliki banyak sekali khasiat.  Erti dari sabda Nabi, “Penawar segala jenis penyakit“, seperti firman Allah, “Menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Rabb-nya“, yakni segala sesuatu yang boleh hancur.  Banyak lagi ungkapan-ungkapan sejenis.  Jinten hitam memang berkkhasiat mengobati segala jenis penyakit dingin, bisa juga membantu kesembuhan berbagai penyakit panas  karena faktor temporal’


3. AIR ZAM-ZAM:

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Air zam-zam itu penuh berkah.  Ia makanan yang mengeyangkan (dan obat bagi penyakit)”
 (HR. Muslim IV/1922, yang terdapat di dalam kurung adalah menurut riwayat al Bazzar, al Baihaqi dan ath Thabari dan sanadnya shahih, lihat Majma’uz Zawaa-id III/286).Imam Ibnu Qayyim rahimahullah menceritakan pengalamannya berkaitan dengan cara menyembuhkan penyakitnya dengan air zam-zam yang dikombinasikan dengan metode ruqyah dari al-Quran ini,’ Pada suatu ketika aku pernah jatuh sakit, tetapi aku tidak menemukan seorang dokter atau ubat penyembuh.  Lalu aku berusaha merawat dan menyembuhkan diriku dengan surah al-Fatihah, maka aku melihat pengaruh yang sangat menakjubkan. Aku ambil segelas air Zamzam dan membacakan padanya surat al Faatihah berkali-kali, lalu aku meminumnya hingga aku mendapatkan kesembuhan.  Selanjutnya aku bersandar dengan cara tersebut dalam merawat berbagai penyakit dan aku merasakan manfaat yang sangat besar. Kemudian aku beritahu kepada orang banyak yang mengeluhkan suatu penyakit dan banyak dari mereka yang sembuh dengan cepat’
(Zaadul Ma’aad IV/178 dan al Jawaabul Kaafi hal. 23)


4. MINYAK ZAITUN 

Allah Ta’ala berfirman,“.. yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah Timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah Barat” (QS. An Nur : 35). 
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Makanlah oleh kalian minyak (zaitun) dan poleskan dengannya, kerena sesungguhnya minyak (zaitun) itu dari pohon yang diberkahi” (HR. Ahmad III/497, at Tirmidzi no. 1851 dan Ibnu Majah no. 3319, dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Shahiih at Tirmidzi II/166)Sumber Bacaan: Kaedah Pengubatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah.  

InshaAllah ya
Utamakan menuntut Ilmu Tauhid,
kemudian makanlah makanan yang halal dan baik

Makan lah untuk menambahkan sihat agar dapat mudah beribadah, inshaAllah



 

Saturday, May 24, 2014

Rukun Syahadah - soalan dan jawapan.

soal-jawab, bagi lebih mudah dan mendekatkan fahaman ( S- soalan; J- jawapan ) - saksikanlah
 
1] S: Berapakah Rukun Syahadah?
  J: Rukun Syahadah itu 4 perkara, seperti berikut:
   A] Mengisbatkan Dzat Allah Taala; b] Mengisbatkan Sifat Allah Taala; c] Mengisbatkan Af’aal Allah Taala; d] Mengisbatkan Kebenaran Rasulullah.  
2] S: Apakah erti Rukun?
  J: Rukun itu adalah dasar kepercayaan; bererti, Rukun Syahadah adalah dasar kepercayaan atau pegangan Akidah dalam Syahadah.
 
3] S: Apakah Rukun pertama dalam Syahadah?
  J: Mengisbatkan Dzat Allah Taala.
 
4] S: Apakah erti isbat?
  J: Ertinya ialah menetapkan. Misalannya, mengisbatkan Si-Zaid berdiri dan menafikan beliau duduk.
 
5] S: Bagaimana Isbat kepada Dzat Allah Taala?
  J: Bermula mengisbatkan Dzat Allah Taala, yaitu membenar dan menetapkan Dzat itu dengan tidak adanya bandingan dan sekutunya; berSifat Kesempurnaan, tidak terhingga, Maha Kaya dan Maha Suci dari sebarang sifat kekurangan. Maha Esa dan Tunggalnya Dzat Allah itu sehingga wujud selain dariNya adalah bersifat majazi sahaja!  Allah berfirman didalam surah Al-Ikhlas, bermaksud:
‘ Katakanlah [Muhammad],’Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. [Allah] tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang seumpama/setara denganNya.’
  ‘ Tuhan ada dan tak ada apa-apa disampingNya.’
Telah tetap adanya Allah dan tidak ada sesuatu pun sertanya Allah. Dia sekarang adalah pada apa-apa yang telah tetap adanya atasNya.  
 
6] S: Adakah wajib Mengisbatkan Dzat Allah Taala itu?
  J: Ya wajib bagi setiap Muslim Mukallaf, lelaki dan perempuan Mengisbatkan Dzat Allah Taala itu.
 
7] S: Bolehkah mengisbatkan barang yang tiada dilihat itu?
  J: Ya, boleh diisbatkan dengan sekira-kira ‘iktikad keimanan dan keyakinan kita, bahkan dilihat dengan mata hati.
 
8] S: Dengan sebab apakah didapati ‘iktikad yang demikian itu?
  J: Adalah dengan jalan mengenal segala Sifat-SifatNya dan menjalani Jalan orang-orang Sodiqin.
Sila lihat Q.S.9:119, bermaksud:
‘ Wahai orang-orang beriman! Bertaqwalah kamu kepada Allah dan hendaklah kamu bersama dengan orang-orang yang benar [Para Sodiqin].
 
9. S: Apakah sebabnya dapat Mengisbatkan dengan mengenal Sifat?
  J: Kerana dengan mengenal Sifat Allah, dapatlah Mengisbatkan Dzat, oleh kerana Sifat itu berdiri  kepada Mausuf.
 
10. S: Manakah yang dinamakan Jalan orang-orang yang Sodiqin?
   J: Yaitulah Jalan orang-orang yang bersungguh-sungguh  hati Rohani  mereka, zahir dan batin menjalani dan beramal dengan amalan TareqatSufiyah, sehingga mencapai Hakikat dan Ma’rifat, yang dengannya dapatlah mereka Mengisbatkan Dzat Allah Taala dengan tahkik dan setetap-tetapnya [istiqamah]. Seandainya belum lagi, hendaklah kita terus mencari sehingga mendapatkan WASILAH dan JALAN menuju ke Allah, walhal kita sering memohon 17 kali didalam Al-Fatihah, didalam Solat, sehari semalam, bahkan sepanjang hayat kita, agar Allah menunjukkannya. Nah! Sudahkah Allah menunjukki agar kita memperolehinya dan beramal dengannya?
Sila lihat Q.S.5:35 , bermaksud:
‘ Wahai orang-orang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan carilah WASILAH [JALAN] untuk mendekatkan diri kepadaNya, dan berJihadlah [berjuanglah di-JALANNya] agar kamu beruntung.’
Dan lagi firmanNya Q.S.72:16, bermaksud:
‘ Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus diatas TAREQAH [ JALAN-NYA], nescaya Kami mencurahkan air hikmah melimpah ruah.’
 
11. S: Bagaimanakah jika tiada kita Mengisbatkan Dzat Allah Taala itu?
   J: Maka adalah jatuh dalam keadaan tiada sempurna ‘iktikadnya; kerana terdapat ragu-ragu, syak dzan dan waham. Bahkan, ‘iktikad yang tidak sempurna juga bermakna Tauhidnya kepada Allah Swt. tidak ikhlas, tidak murni dan tidak sempurna pula, dan pasti membawa kepada Syirik dan kesesatan disepanjang hayat, terlebih-lebih lagi diakhirat kelak!
 
12. S: Manakah dalil menyuruh kita Mengisbatkan Dzat Allah Taala itu?
  J: Sila lihat Q.S. 112:1, bermaksud: ‘Katakan oleh mu ya Muhammad bahawa Dzat Allah Taala itu Esa.’ Adalah Allah Swt. itu Esa pada Dzat; Esa pada Sifat; Esa pada Asma’ dan juga Esa pada Af’aalNya. Malah, kita diperintahkan mengisbatkan dan menetapkan setetap-tetapnya, seyakin-yakinnya didalam pandangan dan penglihatan mata hati kita. Dalam hubungan ini Allah berfirman Q.S.51:21, bermaksud:
‘ Dan didalam diri mu sendiri apakah kamu tidak memperhatikan?’ Fahamkan benar-benar!
 
13. S: Apakah Rukun Syahadah yang kedua?
   J: Mengisbatkan Sifat Allah Taala.
14. S: Apakah yang dikatakan Sifat itu?
   J: Yang dikatakan sifat itu ialah suatu rupa, warna atau keadaan yang menggambar dan menentukan sesuatu perkara atau benda. Misalnya, warna putih menunjukkan kepada zat kapur. Demikianlah juga dengan Sifat Allah Taala: umpamanya, Sifat Qudrat, yaitu suatu Sifat yang menunjukkan bahawa Dzat Allah Taala itu Kuasa dan lagi Maha Berkuasa.
 
15. S: Manakah yang dinamakan sebagai Sifat-Sifat Allah Swt. itu, silalah senaraikan?
   J: Yang dinamakan Sifat-Sifat Allah Taala itu dan yang wajib diketahui berjumlah 20 Sifat, seperti berikut: Wujud, Qidam, Baqa, Mukhalafatuhu Taala lil hawadis, Qiyamuhu Taala binafsih, Wahdaniyah, Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayyat, Sama’, Basar, Kalam, Qadiran, Muridan, ‘Aliman, Hayyan, Sami’an, Basiran dan Mutakalliman. Untuk perhatian, Sifat-Sifat Allah yang Mustahil [20 Sifat] dan yang Harus [1 Sifat], tidaklah dibincang disini.
 
16.  S: Bolehkah dikenali Dzat tanpa mengisbatkan Sifat?
     J: Tidak boleh, kerana Sifat itu menunjukkan diri Mausuf [Dzat Allah Taala].
 
17.  S: Bagaimanakah kaedah mengisbatkan Sifat Allah Taala itu?
    J: Bermula kaedah mengisbatkan Sifat Allah Taala itu ialah ibarat salah satu daripada segala Sifat-Sifat yang ada didalam alam ini. Umpama, tiada ada yang Kuasa hanya Allah; tiada yang Berkehendak; tiada yang Tahu; tiada yang Hidup; tiada yang Mendengar; tiada yang Melihat dan tiada yang Berkata-kata pada hakikatnya hanya Allah; dan sifat-sifat yang ada pada kita hanya menzahirkan Sifat-Sifat Allah Taala jua adanya.
 
18. S: Bolehkah Mengisbatkan Dzat Allah Taala dengan tiada Mengisbatkan SifatNya?
   J: Tidak boleh, kerana dapat Mengisbatkan Dzat Allah Taala itu hanya dengan perantaraan dapat Mengisbatkan SifatNya’ terkecuali atas jalan Majzub dan Wujdan. Orang seperti ini adalah ia mengenal Dzat Allah Taala terlebih dahulu; kemudian Sifat, Asma’dan Af’aal; bersalahan Salik dari Af’aal, kemudian Asma’, Sifat dan Dzat.
 
19. S: Manakah dalil kita diperintah/disuruh Mengisbatkan Sifat Allah Taala?
   J: Dalilnya, seperti firman Allah Taala didalam Hadits Qudsy, bermaksud:
‘ Tidak menghampirkan diri kepada Aku akan hamba-hambaKu jika mengerjakan yang Fardhu sahaja, terkecuali, mengerjakan mereka itu akan yang Sunnat sehingga kasih Aku kepada mereka; jika Aku kasih Akulah Pendengarannya yang mendengar; Akulah Penglihatannya yang melihat; dan Akulah Lidahnya yang berkata-kata; hingga akhirnya.
 
20. S: Apakah Rukun Syahadah yang ketiga?
   J: Bermula Rukun Syahadah yang ketiga ialah Mengisbatkan Af’aal Allah Taala.
 
21. S: Apakah erti Af’aal?
   J: Ada pun pengertian Af’aal itu ibarat segala perbuatan/perlakuan yang berlaku didalam ‘Alam ini, samaada terbitnya daripada diri kita atau lain dari diri kita, didunia maupun diakhirat.
 
22. S. Bagaimanakah mengisbatkan Af’aal Allah Taala itu?
   J. Bermula setiap perbuatan dan perlakuan, gerak dan diam didalam alam ini, pada hakikatnya adalah dari Allah, seperti wujud alam ini diwujudkan Allah; bergerak alam ini adalah digerakkan Allah; diam alam ini adalah didiamkan Allah, dan seterusnya.
 
23. S. Sila berikan dalilnya hakikat ini?
   J. Sila lihat Q.S.39:62, bermaksud:
‘ Allah-lah pencipta segala sesuatu dan Dialah Memelihara segala sesuatu.’
Dan lagi firmannya, bermaksud:
‘ Allah Taala menjadikan kamu dan segala perbuatan kamu.’
Rasulullah bersabda, maksudnya: ‘ Tidak bergerak suatu zarrah [atom] melainkan dengan izinNya.’
Adalah wajib kita ber’iktikad, bahawa harus bagi Allah Jalla waAzza, menjadikan sekelian alam, menjadikan kebaikan dan menjadikan kejahatan. Persoalannya, bila dilihat pada satu sisi, tidakkah wajib bagi Allah memasukkan orang-orang beriman yang taat, kedalam Surga Allah dan memasukkan pula orang-orang Kafir kedalam NerakaNya?
Jawabnya, tidak wajib bagi Allah Taala memasukkan orang-orang beriman yang taat, kedalam Syurga; hanya harus yaitu, semata-mata kurniaanNya sahaja; dan tidak pula wajib Allah Taala memasukkan orang-orang Kafir kedalam Neraka; hanya harus, yaitu semata-mata Keadilannya sahaja! Fahamkan benar-benar!
 
24. S. Apakah Rukun Syahadah yang keempat [terakhir] itu?
   J. Mengisbatkan atau membenarkan dengan sesungguhnya kebenaran Rasulullah.
 
25. S. Bagaimanakah kaedahnya?
   J. Dengan mengetahui, memahami dan membenarkan keempat-empat sifat Rasul tersebut, seperti, Siddiq, Amanah, Tabligh dan Fatonah.
 
26. S. Sila huraikan satu persatu.
   J. Sifat pertama yang wajib bagi Rasul ialah Siddiq. Siddiq bererti benar, yakni, benar segala Rasul yang pernah diutus Allah Swt. kedunia ini. Andai Rasul tidak bersifat benar,maka mereka pasti bersifat dusta, dan jika mereka dusta, dusta pulalah Allah kerana Allah membenarkan Rasul-RasulNya dengan menzahirkan mukjizat keatas segala Rasul-RsulNya; yaitu, suatu perbuatan yang menyalahi kebiasaan, dianugerahkan kepada Rasul-Rasul sebagai hujah dan kebenaran ketika mereka didustakan sekelian manusia. Umpama, turun bulan terbelah dua dihadapan Nabi Muhammad saw.kemudian naik bertaut semula kelangit; dan terbit air dari jejari Rasulullah ketika ketiadaan air bagi Sahabat-Sahabat berwudhuk.
Sifat kedua yang wajib bagi Rasul ialah Amanah, yakni, kepercayaan bagi sekelian Rasul itu suci dari melakukan yang mungkar, haram dan makruh, zahir dan batin. Andai Rasul bersifat khianat dengan melakukan yang mungkar, haram dan makruh, boleh pula kita melakukan yang serupa, kerana kita diperintah Allah mencontohi sekelian RasulNya.
Sifat ketiga yang wajib bagi Rasul ialah Tabligh yakni, menyampaikan segala Rasul akan perkara-perkara yang diperintah Allah menyampaikan kepada segenap makhluk didunia ini. Andai boleh bagi Rasul menyembunyikan akan apa yang disuruh Allah menyampaikannya, tentu boleh pula kita menyembunyikan apa-apa yang disuruh kita menyampaikan kepada segenap manusia, kerana kita disuruh Allah mengikuti RasulNya. Walhal, kita tidak boleh menyembunyikan, apa lagi, Rasul tidak pula boleh berbuat demikian.
Sifat keempat dan terakhir yang wajib bagi Rasul ialah Fatonah, yakni cerdik, pintar dan bijaksana Rasul menetapkan setiap yang hak, dan menolak setiap yang batil. Disamping itu Rasul amat bijaksana mengemukakan hujjah, jawapan dan penyelesaian apabila berdepan dengan serangan, tentangan, bantahan dan sanggahan dari kaum Kuffar dan Munafiq.
 
Demikianlah penggarapan tuntutan Rukun Syahadah yang wajib diketahui dengan mantap oleh mukmin

subhanallah

Friday, May 23, 2014

SUBHAN ALLAH

Tiga cara manusia Melihat

1. Yang dilihat MATA - kanak kanak melihat ke langit, nampak bulan dan bintang, ala kecilnya
     Pada dasarnya, keupayaan mata ini yang pertama tama di lalui oleh yang celik, sedang yang buta, teraba raba.

2. Yang di ketahui oleh Akal serta Nafsu, adakala di sangkakan oleh Nafsu tanpa pengetahuan sebenar, tergantung Darjat Ilmu yang Allah kurnikan kepadanya. Sepertimana melihat ke langit, tahu akan besarnya bulan dan bintang.

3. Yang diketahui oleh HATI, melihat dalam Diam, diizin Allah bersamaNya, Mengakui tiada yang lebih besar daripada Allaah, La ilaha 'll allah, Benarlah diri yang mengetahui Hakikat segala sesuatu, Hidupkanlah hatimu dengan mengingati Allaah

Silakan belajar, menuntut Ilmu, kebenaran dengan melihat kepada Riwayat yang SAHIH
Kerana syaitan memang berhajat menyesatkan, banyak tipudaya, melalui syaitan jin dan syaitan manusia.

Kerana itulah, awal awal agama Islam, ialah Mengenal Allah
Sebab itulah dalam Rukun Islam, yang pertamanya ialah, Mengucap syahadah, Menyaksikan sifat, nama dan af'al, serta zatNya

Kemana jua kamu hadapkan Penglihatan kamu, disitulah Allah

Bahawa setiap Sesuatu itu di Ciptakan Allah, Maha Kuasa Atas Segala galanya

Semoga mahulah meningkatkan diri, Berserah Allah secara Total, inshaAllah

SubhanAllaah

Tuesday, May 20, 2014

Syahadah Terbatal

Sebab-Sebab Batal Dua Kalimah Syahadah

Syarat pertama bagi semua jenis ibadah ialah Islam. Ertinya ibadah hanya sah jika dilakukan oleh orang yang beragama Islam. Ibadah tidak sah jika si pelakunya adalah orang kafir atau orang yang telah terkeluar dari Islam. Apakah erti Islam dalam syarat sah ibadah itu?

Pengertian Islam ada 2:-
1) Islam indannas - Islam pada manusia.
Pada pandangan manusia orang itu Islam jika keturunannya Islam, namanya Islam dan budayanya Islam.

2) Islam indallah - Islam pada ALLAH.
Pada pandangan ALLAH orang itu Islam selagi dia tetap berada dalam dua kalimah syahadah.

Melafazkan dua kalimah syahadah adalah rukun Islam yang pertama dan wajib atas setiap orang yang hendak masuk ke dalam agama Islam. Apabila dia telah melafazkan dua kalimah syahadah, maka jadilah dia Islam indallah. Dalam mazhab Syafiee pula, orang yang dilahirkan dalam keturunan Islam, tidak wajib atasnya untuk melafazkan dua kalimah syahadah (kecuali dalam fardu sembahyang ketika tahiyat akhir). Islam dari keturunan adalah Islam indannas dan dia juga adalah Islam indallah selagi dia tidak berbuat sesuatu yang boleh membatalkan dua kalimah syahadahnya.

Isi kandungan dua kalimah syahadah adalah pengakuan terhadap kebenaran ALLAH dan Rasul-NYA, Nabi Muhammad saw. Jika melakukan sesuatu perkara yang menjejas pengakuan ini, maka batallah syahadahnya dan gugurlah statusnya sebagai Islam indallah.

Syarat sahnya ibadah adalah orang itu Islam indallah (dalam dua kalimah syahadah). Orang Islam indannas tidak semestinya menjadi Islam indallah jika dua kalimah syahadahnya telah batal. Syahadah yang batal adalah sama dengan terkeluar dari akidah Islam. Orang yang akidahnya terkeluar dari ajaran Islam dihukum murtad.

Hukum Murtad
Murtad boleh terjadi sama ada seorang itu sengaja atau tidak, berniat atau tidak dan tahu hukum atau tidak. Tidak ada hukum rukhsah (kelonggaran) dalam akidah dan tauhid. Akidah dan tauhid tidak boleh dihina, tidak boleh dipermainkan, tidak boleh dipersendakan dan tidak boleh tersalah cakap. Jika dilakukan, hukum murtad jatuh serta-merta atas si pelakunya. Na'uzubillah,


Orang yang terkeluar dari agama Islam atau murtad terbagi dua iaitu yang sengaja dan yang tidak sengaja. Orang yang dengan sengaja keluar dari agama Islam memang sudah terang niatnya. Orang yang murtad sebegini tahu akan status dirinya yang sudah bukan Iagi Islam indallah. Maka tidak lagi perlu atasnya melakukan segala ibadah yang difardukan ALLAH swt.

Golongan yang kedua ialah orang yang terkeluar dari agama Islam tanpa disengajakan kerana tidak faham hukum. Orang ini tidak akan sedar bahawa dirinya sudah bukan lagi Islam indallah. Dia tidak akan sedar bahawa segala ibadah yang dilakukan selepas dirinya terkeluar dari Islam indallah adalah tidak lagi sah di sisi ALLAH swt. Inilah golongan yang sangat kita bimbangkan terjadi pada diri kita sendiri. Na'uzubillah minzalik.

Apakah sebab-sebab yang boleh menyebabkan seorang itu terkeluar dari Islam indallah tanpa disengajakan atau disedari? Seorang itu boleh terkeluar dari Islam indallah (batal dua kalimah syahadah) melalui 3 perkara ini:-

                            1) perkataan
                            2) perbuatan
                            3) lintasan hati

1) Sebab Perkataan
Perkataan adalah lafaz lidah. Melafazkan sesuatu yang boleh menjejas akidah walau tanpa niat untuk murtad atau sekadar bercanda atau kerana jahil hukum tetap akan membatalkan syahadah dan mengeluarkan orang yang melafazkan itu dari agama Islam. Antara contoh kata-kata yang membatalkan syahadah adalah seperti berikut:-

                            * mengubah cara lafaz dua kalimah syahadah
                            * mempersendakan perkara-perkara rukun iman.
                            * membaca ayat al-Qur'an secara mengejek.
                            * mengaku diri bukan Islam walau main-main atau dalam lakunan
                            * mempersoalkan sifat ketuhanan

Dan banyak lagi kata-kata yang boleh menjerumuskan kita ke arah murtad. Maka hendaklah kita sentiasa berhati-hati dalam berkata-kata mengenai agama Islam terutama soal akidah dan ketuhanan.

2) Sebab Perbuatan.
Perbuatan yang jelas membatalkan syahadah adalah seperti berikut:-

                            * mengikuti upacara penyembahan agama lain
                            * melakukan perbuatan salib atas diri seperti seperti orang Katolik.
                            * menghina al-Qur'an seperti mengoyak, membakar, membuang atau memijaknya.
                            * memakai sesuatu lambang keagamaan lain

Lambang keagamaan yang haram dipakai:-

                            * cepiau (topi kecil orang Yahudi)
                            * pakaian rahib atau paderi
                            * turban orang sikh
                            * pottu di dahi (amalan Hindu)
                            * benda-benda yang berlambang salib

Lambang-lambang ini semua akan membatalkan syahadah walau dilakukan hanya untuk suka-suka atau dalam lakunan semata-mata. Maka hendaklah menjauhi dari melakukan perkara-perkara yang menyalahi akidah Islam.

3) Sebab Lintasan Hati
Lintasan hati adalah kata-kata dalam hati atau bisikan hati atau angan-angan. Antara contoh-contohnya:-

                          * tidak percaya ALLAH itu wujud.
                          * merasa ALLAH tidak adil kerana orang kafir senang, orang Islam susah.
                          * merasa menjadi orang kafir adalah lebih baik.
                          * percaya semua agama itu sama baiknya.
                          * percaya cerita neraka dan syurga itu karut.
                          * berniat untuk menukar agama jika dapat manfaatnya atau kerana cinta

Dan banyak lagi lintasan-lintasan hati yang mempersoalkan perkara-perkara keimanan (akidah). Ini adalah bisikan Syaitan yang sentiasa berusaha untuk menyesatkan manusia dan mengeluarkan mereka dari syahadanya. Maka hendaklah kita melawan bisikan-bisikan itu dengan menguatkan iman dan keyakinan terhadap akidah tauhid Islam. Cara untuk menguatkan akidah tauhid ialah dengan berilmu. Untuk berilmu adalah dengan belajar.

Jika seorang Islam indannas telah batal syahadahnya, adalah wajib atasnya untuk melafazkan dua kalimah syahadah (iaitu masuk semula ke dalam Islam). Jika tidak dilakukan maka apabila dia berwuduk, wuduknya tidak sah. Jika dia sembahyang, sembahyangnya tidak sah. Jika dia berzakat, zakatnya tidak sah, Jika dia berpuasa, puasanya tidak sah. Jika dia berhaji, hajinya tidak sah. Begitulah seterusnya. Maka sangatlah malang bagi seorang Islam indannas jika dia tidak sedari akan status dirinya yang bukan lagi Islam indallah. Orang sebegini hanya akan sedari nasibnya apabila telah masuk ke alam kuburnya kelak. Na'uzubillah minzalik.

Untuk selamatkan diri, adalah elok untuk kerap amalkan mengucap dua kalimah syahadah. Lafazkanlah syahadah dalam beberapa keadaan:-

**  setiap kali sebelum tidur kerana jika ditakdirkan maut datang ketika tidur, kematian itu adalah kematian dalam Islam indallah.
**  ketika bangun dari tidur supaya sepanjang hari itu kita sentiasa berada dalam keadaan Islam indallah.
**  ketika hendak mendirikan sembahyang supaya sembahyang itu sah kerana syarat Islam terpelihara.
**  pada bila-bila masa saja kita merasa telah berbuat sesuatu dosa terhadap ALLAH.

Selain dari amalkan lafaz dua kalimah syahadah, baik juga untuk amalkan sembahyang sunat taubat serta banyakkan beristighfar memohon ampun dari ALLAH serta banyakkan zikir dengan membaca aamantu billah (aku beriman dengan ALLAH).

Mudah-mudahan dengan mengamalkan perkara-perkara ini, dapat memastikan bahawa diri kita sentiasa berada dalam dua kalimah syahadah dan menjadi bukan sahaja orang Islam indannas tetapi juga orang Islam indallah sehingga ke akhir hayat. Insya-ALLAH.

Hukum Syahadah

Hukum Mengucap Dua Kalimah Syahadah

Kalimah Syahadah:
“Aku bersaksi tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, dan aku bersaksi Nabi Muhammad Utusan Allah”

1.Menuturkan kalimah syahadah adalah wajib bagi orang yang bermampuan dan berkuasa, untuk mengesahkan keimanan.

2.Orang yang tidak berkuasa iaitu orang yang bisu, oleh itu tidak di tuntut terhadap mereka menuturkan syahadah.

3.Orang yang tidak bermampuan ialah orang yang tiba-tiba terputus keinginan diri sebelum  sahaja menuturkan syahadah tanpa diselangi jangka masa yang panjang(atau erti kata lain, berhajat nak mengucap syahadah, tetapi tiba-tiba diserang penyakit yang memutuskan keinginan diri) . Mereka adalah mukmin di sisi Allah.

4.Tidak memadai menggantikan lafaz أشهد dengan kalimah lain, sekalipun kalimah lain itu mempunyai maksud yang sama dengan أشهد.

5.Menuturkan syahadah membawa makna penyembahan, oleh sebab itu, wajib tertibترتيب  antara dua syahadah dan muwalat موالاة  antara keduanya.

6.Keislaman seseorang sah sebaik sahaja mengucapkan syahadah meskipun bukan dalam bahasa arab, namun, mengucapkan dalam bahasa arab lebih baik.

7.Tidak memadai mengucapkan dua kalimah syahadah sekiranya penutur tidak memahami kehendak makna dua syahadah tersebut.

8.Wajib beriman dan ikrar bahawa risalah Nabi Muhammad SAW untuk seluruh alam samada arab atau bukan arab عجم.

9.Mengucap kalimah syahadah adalah syarat berlaku hukum-hakam orang beriman terhadap penuturnya. Undang-undang yang dimaksudkan ialah seperti hak warisan harta pusaka, pernikahan, solat jenazah, tanam di perkuburan orang Islam dan tuntutan untuk dilaksanakan seperti solat dan berzakat.
 
Hal ini kerana membenarkan Iman itu di dalam hati dan ia tersembunyi atau tidak boleh dikesan oleh pancaindera. Oleh kerana itu, alamat dan petunjuk zahir keimanan itu wajib. Barangsiapa yang ikrar hanya di lisan tanpa disertakan di hati, mereka adalah munafiq. Hukum-hakam orang beriman tetap berlaku keatas mereka di dunia tetapi disisi Allah mereka bukan orang beriman. Perkara yang disebutkan selagi mereka tidak menunjukkan kekufuran dengan perlakuan yang zahir seperti sujud pada berhala atau menghina al Quran.

10.Adapun orang-orang yang enggan iaitu mereka yang diperintahkan mengucap dua kalimah syahadah lalu mereka enggan, mereka adalah kafir di hukum-hakam dunia dan disisi Allah. Tiada manfaat terhadap mereka jika mereka hanya membenarkan iman di dalam hati.

11.Barangsiapa yang terlintas kecurigaan شبهة, mereka wajib bersegera menghilangkannya dengan berfikir terhadap dirinya atau bertanya kepada ahli ilmu. 

Ini kerana Allah SWT telah berfirman dalam Surah al Baqarah ayat 23:

23.dan kalau kamu ada menaruh syak tentang apa Yang Kami turunkan (Al-Quran) kepada hamba Kami (Muhammad), maka cubalah buat dan datangkanlah satu surah Yang sebanding Dengan Al-Quran itu, dan panggilah orang-orang Yang kamu percaya boleh menolong kamu selain dari Allah, jika betul kamu orang-orang Yang benar.”(Surah al Baqarah ayat 23)

Allah SWT berfirman lagi dalam Surah Yunus ayat 94:

94.Oleh sebab itu, sekiranya Engkau (Wahai Muhammad) merasa ragu-ragu tentang apa Yang Kami turukan kepadaMu, maka Bertanyalah kepada orang-orang Yang membaca Kitab-kitab Yang diturunkan dahulu daripadamu (kerana mereka mengetahui kebenarannya). Sesungguhnya telah datang kepadamu kebenaran dari Tuhanmu, maka jangan sekali-kali Engkau menjadi dari golongan Yang ragu-ragu.”(Surah Yunus ayat 94)

Allah SWT berfirman lagi dalam Surah Al Anbiya’ ayat 7:

7.dan Kami tidak mengutus Rasul-rasul sebelummu (Wahai Muhammad) melainkan orang-orang lelaki Yang Kami wahyukan kepada mereka (bukan malaikat); maka Bertanyalah kamu kepada AhluzZikri" jika kamu tidak mengetahui.”(Surah Al Anbiya’ ayat 7)

12.Barangsiapa yang hatinya dilintasi dengan pelbagai lintasan dan perasaan was-was tetapi tidak sampai tahap curiga, hendaklah meminta perlindungan dengan Allah lalu berkata:

أمنت بالله ورسوله
“aku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya”
Selanjutnya Allah SWT berfirman lagi dalam Surah Al-A’raf ayat 200:

200.dan jika Engkau dihasut oleh sesuatu hasutan dari Syaitan, maka mintalah perlindungan kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, lagi Maha mengetahui.”(Surah Al-A’raf ayat 200)

13.Anak-anak orang Islam dihukum orang beriman. Hukum-hakam duniawi akan berlaku keatas mereka sekalipun merkea tidak pernah mengucap dua kalimah syahadah sepanjang umur mereka.

Saturday, May 17, 2014

Saksi Kedua


Makna Kalimah Syahadah Kedua:

أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ

“Aku mengetahui, mempercayai dan mengakui bahawa Muhammad ibn `Abdullah ibn `Abd al-Muttalib ibn Hashim ibn `Abdu Manaf al-Qurashi sallallahu`alaihi wasallam itu adalah hamba Allah dan utusan-Nya kepada semua makhluk. Selanjutnya, diikuti dengan iktikad dan keyakinan bahawa baginda telah diputerakan dan dibangkitkan sebagai seorang rasul (pesuruh Allah) di bumi Mekah, berhijrah ke bumi Madinah dan disemadikan di sana, baginda benar dalam semua perkara yang dikhabarkan dan disampaikannya daripada Allah iaitu mencakupi perkara-perkara yang telah berlaku, perkara-perkara yang akan berlaku dan perkara-perkara yang berhubung dengan hukum syariat. 

Antara perkara yang dikhabarkan itu ialah azab dan nikmat kubur, soalan dua malaikat Munkar dan Nakir, kebangkitan dari alam barzakh, perhimpunan di Mahsyar, kiamat, hisab, pahala, azab, neraca amalan, titian al-Sirat, neraka, kolam al-Hawd, syafaat, syurga, melihat Allah dengan mata kepala pada hari Akhirat tanpa kayfiyyat, tanpa bertempat dan ruang; iaitu tidak seperti makhluk dilihat, keberkekalan hamba-hamba Allah di dalam syurga dan neraka, keimanan dengan para malaikat Allah, para rasul-Nya, kitab-kitab-Nya dan qada` dan qadar Allah iaitu yang baik dan yang buruknya, dan sesungguhnya baginda adalah penyudah segala nabi dan penghulu seluruh keturunan Nabi Adam alaihissalam.

Sembilan aqaid yang masuk di dalam makna syahadah yang kedua

Bagi kalimah syahadah yang kedua juga mempunyai dua makna iaitu makna hakiki dan makna lazim. Makna hakikinya ialah “Aku naik saksi sesungguhnya nabi Muhammad itu adalah pesuruh Allah”. Apabila kita mengakui bahawa nabi Muhammad itu utusan dan pesuruh Allah maka melazimi pula kita percaya kepada sifat – sifat yang wajib bagi rasul sepertimana berikut :

1)Siddik ertinya benar lawannya kazib bererti dusta. Mustahil rasul itu dusta wajib kita percaya rasul itu bersifat benar. Sekiranya rasul itu dusta maka tidaklah dia menjadi pesuruh Allah.

2)Amanah ertinya kepercayaan lawannya khianat. Mustahil rasul itu khianat wajib kita percaya rasul itu amanah. Sekiranya rasul itu khianat maka tidaklah dia menjadi pesuruh Allah.

3)Tabligh ertinya menyampaikan lawannya kitman ertinya menyembunyikan. Mustahil rasul itu menyembunyikan wajib kita percaya rasul itu menyampaikan. Sekiranya rasul itu menyembunyikan maka tidaklah dia menjadi pesuruh Allah.

4)Fatanah ertinya bijaksana lawannya baladah ertinya bodoh. Mustahil rasul itu bodoh wajib kita percaya rasul itu bersifat bijaksana. Sekiranya rasul itu bodoh maka tidaklah dia menjadi pesuruh Allah.

Demikianlah aqaid yang masuk di dalam syahadah risalah iaitu empat sifat yang wajib bagi rasul lawannya empat sifat yang wajib menjadi jumlahnya lapan aqaid. Kemudian masuk pula di dalam syahadah risalah lima aqaid lagi iaitu :-
1)Percaya kepada malaikat
2)Percaya kepada para nabi dan rasul
3)Percaya kepada kitab-kitab Allah
4)Percaya kepada hari kiamat
5) Percaya kepada Takdir Allah

Semua perkara di atas termasuk di dalam makna syahadah yang kedua iaitu penyaksian ke atas kerasulan nabi Muhammad saw kerana nabi Muhammad saw yang telah mengajar dan mengkhabarkannya. Jumlahnya empat , lawannya empat menjadi lapan. Kemudian dicampurkan dengan lapan yang dahulu jadilah jumlahnya enam belas aqaid masuk di dalam pengakuan kita bahawa sesungguhnya nabi Muhammad itu pesuruh Allah.

Demikianlah makna – makna yang terkandung di dalam dua kalimah syahadah iaitu lima puluh aqaid masuk di dalam pengakuan kita bahawa sesungguhnya tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan enam belas aqaid masuk di dalam pengakuan kita bahawa sesungguhnya nabi Muhammad itu pesuruh Allah.

Apabila kita mengakui, menyaksikan, hendaklah kita saksikan sifat sifat wajib bagi nabi saw, seboleh bolehnya kita jadikan pakain taqwa, agar benarlah anggota kita, menyaksikan

Demikian pula apabila menyatakan dirimu, Makrifatillah, hendaklah kamu dapat menerangkan sifat sifat yang wajib bagi Allah, Asmanya. Kerana Allah itu AHAD, bersatu segalanya, bukan sekadar sifat, tentu ada namanya, tentu ada af'alnya, tentulah ada zatnya

subhanallah
wahdahulaa syarikallah

Thursday, May 15, 2014

SAKSI utama



Sabda Rasulullah saw dalam hadis riwayat Muslim, yang bermaksud:
“Barangsiapa yang bersaksi bahawa tiada Tuhan melainkan Allah dan ba­hawa Muhammad adalah utusan Allah, nescaya Allah haramkan ke atasnya neraka.”

Kalimah syahadah yang pertama itu ialah
ﺃﺷﻬﺩ ﺃﻥ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻﺍﷲ
Ertinya:Aku naik saksi bahawa sesungguhnya tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah.


Bagi kalimah syahadah yang pertama ada dua makna iaitu :
1)Makna hakiki iaitu makna sebenar.
2)Makna lazim.Dinamakan demikian kerana ianya melazimi makna yang hakiki.


Makna hakiki itu ialah maknanya yang sebenar yang masyhur yang dibawa dan diingatkan di dalam hati ketika melafazkan kalimah laa ilaha illa llah iaitu “Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah”.


Makna lazim pula ialah makna yang melazimi (yang membawa kepada) makna hakiki yang mana tidak sampai seseorang itu kepada maksud makna hakiki itu jika tidak memahami makna lazim iaitu
ﻻ ﻳﺴﺗﻐﻧﻲ ﻋﻥ ﻛﻝ ﻣﺎﺳﻭﺍﻩ ﻭﻳﻓﺗﻗﺭ ﺇﻟﻳﻪ ﻜﻝ ﻣﺎ ﻋﺪﺍﻩ ﺇﻻ ﷲ
Ertinya :Tiada yang kaya daripada yang lain dan berhajat yang lain kepadanya melainkan Allah.


Maka dengan yang demikian makna lazim terbahagi kepada dua iaitu :-
1)Kaya Tuhan dari sekelian yang lain disebut ‘Istighna’ ”
2)Berhajat sekelian yang lain kepadaNya disebut “iftiqar”


Dikatakan makna lazim itu melazimi makna yang hakiki kerana dengan adanya makna lazim itu barulah dapat diketahui kehendak yang sebenar dari makna yang hakiki itu.Seperti yang telah diketahui makna yang hakiki itu ialah tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah.


Ini bererti melazimkan kaya Tuhan dari yang lain dan berhajat oleh yang lain kepadaNya kerana kalaulah Allah itu tidak bersifat kaya daripada yang lain maka tidaklah layak Ia disembah.

Begitu juga kalaulah tidak berhajat oleh sekelian yang lain kepadanya maka tidaklah juga Ia layak disembah.

Kaya Allah daripada sekelian yang lain itu mewajibkan sebelas sifat daripada sifat Allah yang dua puluh dan berhajat oleh yang lain kepada Allah itu mewajibkan sembilan sifat. 


Sebelas sifat termasuk di dalam istighna’(kaya Allah dari sekelian yang lain)1)Wujud ertinya ada lawannya tiada.Sekiranya Allah tidak bersifat wujud nescaya Dia berkehendak kepada yang menjadikanNya.Berkehendak itu menafikan kaya.Oleh itu tidaklah Dia berhak disembah.Padahal Allah itu berhak disembah.Maka wajiblah Dia bersifat wujud.

2)Qidam ertinya sedia.Sekiranya Allah tidak bersifat qidam nescaya Dia bersifat baharu.Jika Ia baharu nescaya berkehendak kepada yang menjadikan.Berkehendak itu menafikan kaya.Maka tidaklah Ia berhak disembah.Pada hal Dia berhak disembah.Oleh itu wajiblah Dia bersifat Qidam

3)Baqa’ ertinya kekal.Sekiranya Ia tidak bersifat kekal nescaya Ia bersifat dengan lawannya iaitu binasa.Maka bererti wujudNya ketika itu adalah wujud yang harus dan berkehendak kepada yang menjadikan.Berkehendak itu menafikan kaya maka tidaklah berhak disembah.Padahal Dia berhak disembah.Oleh itu wajiblah Dia bersifat baqa’.

4)Mukhalafatuhu lil hawadis ertinya tidak serupa dengan segala yang baharu.Sekiranya ia serupa dengan segala yang baharu nescaya Dia baharu dan berkehendak juga kepada yang menjadikan. Berkehendak itu menafikan kaya maka tidaklah Ia berhak disembah.Padahal Allah itu berhak disembah oleh itu wajiblah Dia bersifat mukhalafah lil hawadis.

5)Qiamuhu binafsihi ertinya tidak berhajat kepada yang lain.Sekiranya Dia tidak bersifat dengan qiamuhu binafsihi nescaya Dia berkehendak kepada yang lain pada menjadikan dirinya atau menyempurnakan kekurangannya.Berkehendak itu menafikan kaya maka tidaklah Dia berhak disembah.Padahal Allah itu berhak disembah.Oleh itu wajiblah Dia bersifat qiamuhu binafsihi.

6)Sama’ ertinya mendengar.Sekiranya Dia tidak bersifat dengan sama’ nescaya Dia bersifat dengan lawannya iaitu pekak atau tuli.Pekak atau tuli itu sifat kekurangan dan berkehendak pula kepada suatu yang menyempurnakan kekurangan tersebut.Berkehendak itu menafikan kaya maka tidaklah ia berhak disembah.Padahal Allah itu berhak disembah.Oleh itu wajiblah Dia bersifat sama’.

7)Basar ertinya melihat.Sekiranya Dia tidak bersifat melihat nescaya Dia bersifat dengan lawannya iaitu buta.Buta itu sifat kekurangan dan berkehendak kepada suatu yang menyempurnakan kekurangan tersebut.Berkehendak itu menafikan kaya maka tidaklah Dia berhak disembah.Padahal Dia berhak disembah.Oleh itu wajiblah Dia bersifat basar.

8)Kalam ertinya berkata – kata.Sekiranya Dia tidak bersifat kalam nescaya Dia bersifat dengan lawannya iaitu bisu. Bisu itu sifat kekurangan dan berkehendak pula kepada yang menyempurnakan kekurangan tersebut. Berkehendak itu menafikan kaya maka tidaklah Ia berhak disembah.Padahal Allah itu berhak disembah. Oleh itu wajiblah Dia bersifat kalam.

9)Kaunuhu sami’an ertinya keadaannya yang mendengar. Sekiranya Dia tidak bersifat dengan kaunuhu sami’an nescaya Dia bersifat dengan lawannya iaitu keadaannya yang pekak. Keadaannya yang pekak itu merupakan sifat kekurangan dan berkehendak pula kepada yang menyempurnakan kekurangan tersebut. Berkehendak itu menafikan kaya maka tidaklah Dia layak disembah. Padahal Allah itu berhak disembah. Oleh itu wajiblah Dia bersifat kaunuhu sami’an.

10)Kaunuhu basiran ertinya keadaannya yang melihat. Sekiranya Dia tidak bersifat dengan keadaan yang melihat nescaya Dia bersifat dengan lawannya iaitu keadaannya yang buta. Keadaan yang buta itu adalah sifat kekurangan dan berkehendak pula kepada yang menyempurnakan kekurangan tersebut. Berkehendak itu menafikan kaya maka tidaklah Ia berhak disembah. Padahal Allah itu layak disembah. Oleh itu wajiblah Dia bersifat kaunuhu basiran.

11)Kaunuhu mutakalliman ertinya keadaannya yang berkata – kata. Sekiranya Ia tidak bersifat dengan kaunuhu mutakalliman nescaya Dia bersifat dengan lawannya iaitu keadaannya yang bisu. Keadaannya yang bisu itu adalah sifat kekurangan dan berkehendak pula kepada yang menyempurnakan kekurangan tersebut. Berkehendak itu menafikan kaya maka tidaklah Dia layak disembah. Padahal llah itu layak disembah.Oleh itu wajiblah Dia bersifat kaunuhu mutakalliman.

 Tiga sifat lagi termasuk di dalam istighna’1)Tidak mengambil faedah Allah Taala itu daripada segala perbuatan dan hukumnya. Lawannya mengambil faedah. Jika Allah Taala mengambil faedah daripada sebarang perbuatan dan hukumnya nescaya jadilah Dia berkehendak kepada faedah. Berkehendak itu menafikan kaya , maka tidaklah Dia berhak disembah. Padahal Allah itu berhak disembah. Oleh itu wajiblah Dia tidak mengambil faedah dari perbuatan dan hukumnya.

2)Tidak wajib Allah itu menjadikan mumkin (makhluk)dan tidak wajib juga bagiNya meninggalkan daripada menjadikan mumkin. Lawannya wajib bagi Allah menjadikan mumkin atau wajib baginya untuk tidak menjadikannya. Jika wajib bagi Allah menjadikan mumkin atau tidak menjadikannya bererti Dia berkehendak atau terdesak kepada melakukan sesuatu atau meninggalkan daripada melakukan sesuatu. Berkehendak itu menafikan kaya. Maka tidaklah Dia berhak disembah. Padahal Dia berhak disembah. Oleh itu tidak wajib baginya menjadikan mumkin atau tidak menjadikannya.

3)Tidak memberi bekas oleh sesuatu dengan tabi’at. Lawannya memberi bekas dengan tabi’at. Contohnya tabi’at api itu tidak memberi bekas bagi menghanguskan. Hanya yang menghanguskan itu Allah jua. Sekiranya memberi bekas sesuatu itu dengan tabi’at nescaya tatkala itu Allah Taala berkehendak kepada perantaraan sesetengah makhluknya pada menjadikan sesuatu seperti berkehendak kepada api pada menghanguskan , berkehendak kepada air pada menghilangkan dahaga makhluknya , berkehendak kepada makanan pada menghilangkan lapar dari makhluknya , berkehendak kepada ubat bagi menghilangkan sakit pada hambanya. Berkehendak akan sekelian yang tersebut itu menafikan kaya. Maka jika demikian tidaklah Dia berhak disembah. Padhal Allah itu berhak disembah.Oleh itu wajiblah tidak memberi bekas sesuatu itu dengan tabiat.

 Sembilan sifat termasuk di dalam iftiqar 
(berhajat oleh yang lain kepada Allah)1)Wahdaniah ertinya esa. Lawannya berbilang – bilang dua atau lebih. Sekiranya Allah itu berbilang – bilang nescaya tidak dapat menjadikan alam kerana lazim lemahnya ketika itu. Oleh itu tidaklah berhajat oleh yang lain kepada Allah. Maka tidaklah berhak Dia disembah. Padahal Allah itu berhak disembah. Oleh itu wajiblah Dia bersifat wahdaniah.

2)Kudrat ertinya kuasa. Jika Dia tidak bersifat kuasa nescaya Dia bersifat dengan lawannya iaitu lemah. Jika Dia lemah maka tidaklah berhajat oleh yang lain kepadanya. Oleh itu tidaklah Dia berhak disembah. Padahal Dia berhak disembah. Oleh itu wajiblah Dia bersifat kudrat.

3)Iradat ertinya berkehendak. Jika Dia tidak bersifat dengan kehendak nescaya ternafilah daripadanya sifat kudrat (kuasa) kerana tiap – tiap yang tidak mempunyai kehendak nescaya tidak mempunyai kuasa. Maka lemahlah Dia ketika itu. Oleh itu tidaklah berhajat oleh yang lain kepadanya. Maka tidaklah Dia berhak disembah. Padahal Allah itu berhak disembah. Oleh itu wajiblah Dia bersifat iradat.

4)Ilmu ertinya mengetahui. Jika Dia tidak mengetahui nescaya ternafilah daripadanya sifat kehendak kerana tiap – tiap yang tidak mengetahui nescaya tiada padanya kehendak. Jika ternafi kehendak nescaya ternafilah sifat kuasa maka bererti Dia lemah ketika itu. Maka tidaklah berhajat oleh yang lain kepadanya. Oleh itu tidaklah Dia berhak disembah.

5)Hayat ertinya hidup. Jika Dia tidak bersifat hayat bererti Dia mati. Jika Dia mati maka ternafilah sekelian sifat ilmu , berkehendak , berkuasa dan lain – lain sifat idrak. Bererti Dia lemah. Oleh itu tidaklah berhajat oleh yang lain kepadanya dan tidaklah Dia berhak disembah.

6)Kaunuhu kadiran ertinya keadaannya yang berkuasa. Jika Dia tidak bersifat dengan keadaan yang berkuasa bererti Dia bersifat dengan keadaan yang lemah. Oleh itu tidaklah berhajat oleh yang lain kepadanya. Maka tidaklah Dia berhak disembah.

7)Kaunuhu muridan ertinya keadaannya yang berkehendak. Jika Dia tidak bersifat dengan keadaan yang berkehendak nescaya ternafilah keadaannya berkuasa. Bererti Dia lemah dan tidaklah berhajat oleh yang lain kepadanya dan tidaklah Dia berhak disembah.

8)Kaunuhu aliman ertinya keadaannya yang mengetahui. Jika Dia tidak bersifat dengan keadaannya yang mengetahui nescaya ternafilah keadaannya yang berkuasa maka tidaklah berhajat oleh yang lain kepadanya. Oleh itu tidaklah Dia berhak disembah.

9)Kaunuhu hayyan ertinya keadaannya yang hidup. Jika Dia tidak bersifat dengan keadaan yang hidup maka ternafilah juga keadaannya yang berkuasa maka tidaklah berhajat oleh yang lain kepadanya. Oleh itu tidaklah Dia berhak disembah.

Dua lagi termasuk dalam iftiqar1)Baharu alam ini. Lawannya Qadim alam ini. Jika alam ini Qadim nescaya tidaklah berhajat kepada Allah yang menjadikan. Oleh itu tidaklah berhak Allah itu disembah.

2)Tidak memberi bekas sesuatu itu dengan kuat yang dijadikan Allah padanya. Lawannya memberi bekas. Sekiranya memberi bekas sesuatu itu dengan kuat yang dijadikan Allah padanya nescaya tidak berhajat lagi kepada Allah. Dengan demikian tidaklah berhak Allah itu disembah.

Demikianlah huraian tentang makna istighna’ (kaya Allah dari yang lain) dan makna iftiqar (berkehendak oleh tiap – tiap yang lain kepadanya) yang kesemuanya itu masuk di dalam erti tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah.

Adalah sifat – sifat yang masuk di bawah istighna’ itu sebelas lawannya sebelas menjadi dua puluh dua.
Kemudian ditambah tiga lagi lawannya tiga jumlahnya enam.
Kemudian dicampurkan dua puluh dua dengan enam jumlahnya dua puluh lapan.
Adapun sifat yang masuk di bawah iftiqar ada sembilan lawannya sembilan jumlahnya lapan belas.
Kemudian ditambah dua lawannya dua jadi jumlahnya empat dan dicampurkan empat dengan lapan belas maka jadilah jumlahnya dua puluh dua.
Kemudian dicampurkan dua puluh lapan sifat istighna’ dengan dua puluh dua sifat iftiqar maka jumlahnya semua sekali ialah lima puluh aqaid (simpulan – simpulan iman) yang masuk di dalam erti syahadah yang pertama iaitu tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah.

Sunday, May 11, 2014

Nasihat Iman

Sayidina Ali k.wj pernah berkata: Susah sekali melakukan kebaikan pada empat keadaan:
  1. Memberi maaf ketika marah.
  2. Bersedekah ketika kesempitan.
  3. Menjauhi perkara haram ketika seorang diri.
  4. Berkata benar kepada orang yang ditakuti atau orang yang selalu menolong. 
1. Rasulullah ﷺ bersabda, "Orang yang paling gagah perkasa di antara kamu semua ialah orang yang dapat mengalahkan nafsunya di waktu marah dan orang yang tersabar di antara kamu semua ialah orang yang suka memaafkan kesalahan orang lain padahal ia berkuasa untuk membalasnya." (Riwayat Ibnu Abidunya dan Baihaqi)

Pernah berlaku, Sayidina Ali k.wj dalam satu peperangan, sudah berjaya menjatuhkan musuh..tiba-tiba musuh meludah mukanya. Lalu Sayidina Ali k.wj tidak jadi membunuh musuh tersebut. Bila ditanya mengapa tidak dibunuh musuh itu, beliau menjawab, aku bimbang jika ku bunuh juga musuh itu, bukan lagi kerana Allah, tetapi kerana marahkan ludahan orang itu.

Bukanlah mudah memberi kemaafan ketika marah, kerana itu marah itu perlu dikawal. Sabda Rasulullah ﷺ lagi, "Sesungguhnya marah itu datangnya dari syaitan, dan syaitan itu dijadikan dari api, dan yang dapat memadamkan api itu hanyalah air, maka apabila seorang dalam keadaan marah, hendaklah segera berwudhuk". (HR. Ahmad, Abu Dawud)


2.   Amat susah juga bersedekah ketika kesempitan. Jika kita dalam kesenangan, ramai yang boleh bersedekah, tetapi amat sedikit yang boleh berbuat demikian ketika sedang susah.

Perkara ini dapat dilihat dalam kehidupan Sayidina Ali k.wj. Pernah Siti Fatimah, isteri Sayidina Ali k.wj didatangi seorang peminta sedekah. Ketika itu Sayidina Ali k.wj mempunyai 50 dirham. Setelah menerima wang, pengemis itu pun balik. Di pertengahan jalan, Sayidina Ali bertanya berapa banyak yang diberi oleh Sayidatina Fatimah. Apabila diberitahu 25 dirham, Sayidina Ali menyuruh pengemis itu pergi sekali lagi ke rumahnya. Pengemis itu pun pergi dan Fatimah memberikan baki 25 dirham kepada pengemis itu.
Hebatnya kedua suami isteri yang telah dididik Rasulullah ﷺ.

Senyum? Benar senyum itu satu sedekah..tetapi perkara semudah itupun ramai yang masih gagal berbuat, apatahlagi bersedekah harta dalam masa sedang kesempitan. Tetapi Sayidina Ali dan Fatimah telah buktikan, hingga habis apa yang ada disedekahkan, kerana mereka amat yakin Allah Maha Pemberi Rezeki dan menjamin rezeki mereka.

Dalam kisah yang lain, datang seorang hamba Allah berjumpa Sayidina Ali dengan membawa seekor unta. Orang itu mengadu dalam kesusahan dan ingin menjualkan untanya. Maka tanpa berlengah Sayidina Ali menyatakan kesanggupan untuk membelinya, meskipun ketika itu dia tidak berwang. Dia berjanji akan membayar harga unta itu dalam masa beberapa hari.

Dalam perjalanan pulang, Sayidina Ali berjumpa dengan seorang lelaki yang ingin membeli unta itu dengan harga yang lebih tinggi daripada harga asal. Dia pun menjualkan unta kepada orang itu. Setelah mendapat wang, Sayidina Ali pun menjelaskan hutangnya kepada penjual unta.

Beberapa hari kemudian, Rasulullah ﷺ berjumpa Sayidina Ali lalu bertanya "Ya Ali, tahukah kamu siapakah yang menjual dan membeli unta itu?" Apabila Sayidina Ali mengatakan tidak tahu, Nabi menerangkan yang menjual itu ialah Jibril dan yang membelinya ialah Mikail.


3.   Menjauhi perkara haram ketika seorang diri juga amat susah dilakukan. Kalau kita dapat menjauhi perkara haram ketika ramai, itu biasa, kerana malukan manusia, tetapi jika dapat menjauhi perkara haram ketika seorang diri, itulah sifat taqwa. Hasil rasa kehambaannya kepada Allah, dia merasa takutkan Allah, dan merasai Allah SWT sentiasa mengawasinya.

Ramai yang boleh menjauhi perkara haram ketika ramai, kerana malukan manusia, tetapi alangkah baiknya jika rasa malu itu dapat dikekalkan di hadapan Allah, maka itulah benteng dari berbuat maksiat.

Daripada Abu Mas’ud ‘Uqbah ‘Amir: “Sesungguhnya antara yang didapati manusia daripada ucapan Nabi terdahulu adalah ‘apabila engkau tidak malu, maka lakukan apa pun yang engkau mahu.” (Hadis Riwayat Al-Bukhari)

Hadis itu menunjukkan betapa tanpa sifat malu, seseorang itu boleh melakukan apa saja kerana tidak takut seksaan Allah. Tidak merasai keAllah ada, malah tidak rasa Allah sentiasa mengawasi dan melihatnya. Dia seolah-olah orang yang tidak beriman, kerana malu juga satu cabang daripada iman.

Abdullah bin ‘Umar pernah mengatakan: “Malu dan iman itu sentiasa ada bersama-sama. Bila hilang salah satu daripada keduanya, hilang pula yang lainnya.” (Hadis riwayat al-Bukhari)

Malulah kepada Allah jika ingin berbuat yang haram ketika berseorangan. Tetapi bagaimana hendak malu kepada Allah jika Allah itu tidak dikenali?


4.  Berkata benar amat dituntut kerana Allah SWT berfirman:
ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكَ‌ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡمُمۡتَرِينَ

Kebenaran itu datang dari Rabbmu,maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang ragu." (Al-Baqarah:147)

Sabda Rasulullah ﷺ: "Katakan yang benar walaupun pahit dan jangan kamu gentar cercaan orang yg mencerca" (HR.Al-Baihaqi)

Firman Allah dan Al Hadis di atas adalah sebagai asas menyatakan kebenaran, dan pastinya akan ada orang yang menolak kebenaran itu, khususnya orang-orang munafik dan tidak beriman.

Maka kita di suruh berkata benar sekalipun pahit, sama ada kepada orang yang zalim (orang yang kita tidak suka), ataupun berkata benar dalam menegur orang yang kita sayangi.

Dan ada sebuah hadis, Rasulullah ﷺ bersabda: 
أفضل الجهاد كلمة حق عند سلطان جائ
"Jihad yang utama ialah berkata benar di hadapan pemerintah yang zalim.” 
(Riwayat At-Tirmizi & Ibn Majah)

Maka kita diajar cara untuk berkata benar di hadapan pemerintah yang zalim, dalam firman Allah SWT: 

فَقُولَا لَهُ ۥ قَوۡلاً۬ لَّيِّنً۬ا لَّعَلَّهُ ۥ يَتَذَكَّرُ أَوۡ يَخۡشَىٰ (٤٤) قَالَا رَبَّنَآ إِنَّنَا نَخَافُ أَن يَفۡرُطَ عَلَيۡنَآ أَوۡ أَن يَطۡغَىٰ (٤٥) قَالَ لَا تَخَافَآ‌ۖ إِنَّنِى مَعَڪُمَآ أَسۡمَعُ وَأَرَىٰ

"Kemudian hendaklah kamu berkata kepadanya (Firaun), dengan kata-kata yang lemah-lembut, semoga dia beringat atau takut kepada-Ku. (44) Mereka berdua (Musa dan Harun) berkata: Wahai Tuhan kami! Sesungguhnya kami takut bahawa ia akan segera menyeksa kami atau dia akan melampau batas. (45) Allah berfirman: Janganlah kamu takut, sesungguhnya Aku ada bersama-sama kamu; Aku mendengar dan melihat segala-galanya. (46)" (Toha: 20: 44-46)

Mampukah kita memperkata kebenaran terhadap pemerintah yang zalim atau orang yang ditakuti mendatangkan mudharat kepada kita?

Sekiranya mampu, lakukanlah dengan baik dan betul caranya.

Sabda Rasulullah ﷺ :
“Barangsiapa yang hendak menasihati pemerintah dengan suatu perkara maka janganlah ia tampakkan di khalayak ramai. Akan tetapi hendaklah ia mengambil tangan penguasa (raja) dengan empat mata. Jika ia menerima maka itu (yang diinginkan) dan kalau tidak, maka sungguh ia telah menyampaikan nasihat kepadanya. Dosa bagi dia dan pahala baginya (orang yang menasihati).” (Hadis Imam Ahmad, Abu Nu’aim)

Kerana itu banyak kisah-kisah ulama dahulu menasihati pemimpin, agar sentiasa ingat dan berada di landasan yang betul. Tidak kurang juga mereka terpenjara dan diseksa hanya kerana berani menyatakan kebenaran.