Diriwayatkan dari Rasulullah saw.
Bahwa beliau pernah bersabda.
“Umatku yang paling belas-kasih kepada sesama umat adalah Abu Bakr r.a.,
yang paling kokoh dan kuat memegang agama Allah adalah Umar r.a.,
yang paling pemalu adalah Utsman r.a.,
yang paling tahu tentang ilmu faraidh (hukum waris) adalah Zaid bin Tsabit r.a., yang paling faham tentang hukum halal dan haram adalah Mu’adz bin Jabal r.a.,
yang paling adil dalam memberikan keputusan hukum adalah Ali r.a.,
Sedangkan sahabatku Abu Dzar r.a. adalah orang yang dialek bicaranya memiliki ketajaman dan kebenaran.”
(Ahmad, Tirmidzi dari Anas, ath-Thabrani dari Jabir, dari Ibnu adi dari Ibnu Umar).
Ikutilah dua orang setelahku yaitu: Abu Bakr dan Umar r.a.”
(H.r. Tirmidzi dari Hudzaifah, Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu Abd dari Anas)
Sementara kami memulainya dengan Abu Bakr r.a lebih dahulu kemudian baru Umar r.a.
Sebagaimana berita yang saya terima dari Abu Utbah al-Halwa-ni—-rahimahullah—yang pernah berkata,
“Bolehkah aku memberitahu kalian tentang kondisi spiritual para sahabat Rasulullah? Pertama, bertemu dengan Allah lebih mereka senangi daripada hidup di dunia.
Kedua, mereka tidak pernah takut musuh,
baik mereka dalam jumlah sedikit maupun banyak.
Ketiga, mereka tidak pernah takut miskin dan selalu yakin,
bahwa Allah selalu memberinya rezeki.
Keempat, jika dilanda wabah penyakit, mereka tidak pernah lari dari tempat tinggal sampai Allah memutuskan nasibnya.
Mereka sangat khawatir dengan kematian dalam makna yang sebenarnya.”
Dikisahkan dari Muhammad bin Ali al-Kattani -rahimahullah- yang berkata, “Orang dalam kurun waktu pertama Islam selalu bermuamalah denga agama sehingga agama itu menipis. Kemudian pada kurun kedua mereka bermuamalah dengan wafa’ (kesetian dan tepat janji), sehingga kesetiaan itu pun sirna. Kemudian pada kurun ketiga mereka bermuamalah dengan muru’ah (kesatria) sehingga kesatria itu pun lenyap. Pada kurun keempat bermuamalah dengan rasa malu, sampai akhirnya rasa malu itu pun hilang. Pada akhirnya manusia bermuamalah dengan landasan rasa suka dan kekhawatiran.”
Keistemewaan Abu Bakr As-Shiddiq RA
Diriwayatkan dari Mutharraf bin Abdullah asy-Syukhair -rahimahullah- yang berkata: Abu Bakr ash-Shiddiq r.a. berkata “Andaikan ada seseorang memanggil dari langit bahwa tidak ada yang masuk surga kecuali satu orang, maka aku berharap satu orang itu adalah aku. Dan andaikan ada seseorang memanggil dari langit bahwa tidak ada yang masuk neraka kecuali satu orang, maka aku sangat takut orang tersebut adalah aku.”
Mutharraf -rahimahullah- berkata, “Demi Allah ini adalah ungkapan rasa takut yang sangat besar dan harapan yang sangat tinggi.”
Diriwayatkan dari Abu al-Abbas bin Atha’ -rahimahullah- bahwa, ia pernah pernah ditanya tentang firman Allah:
“Hendaklah kalian menjadi orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu mempelajarinya.” (Q.s. Ali Imran: 79)
Maka ia menjawab, “Artinya, jadilah kalian seperti Abu Bakr ash-Shiddiq. Karena saat Rasulullah wafat hati kaum muslimin goncang akibat wafatnya Rasul. Namun kepergian Rasulullah sama sekali tidak mempengaruhi lubuk hati Abu Bakr. Ia keluar dan berkata kepada umat Islam.
‘Wahai umat manusia, barang siapa menyembah Muhammad maka sesunggunhnya Muhammad telah wafat. Dan barangsiapa menyembah Allah maka sesungguhnya Allah adalah Dzat yang senantiasa hidup dan tidak akan pernah mati. Orang yang memiliki sifat rabbani ini, kejadian apapun sama sekali tidak mempengaruhi lubuk hatinya, meskipun orang-orang takut tergoncang.”
Abu Bakr al-Wasithi -rahimahullah- berkata, “Lisan (bahasa) kaum sufi yang pertama kali muncul dikalangan umat melalui lisan Abu Bakr adalah bahasa isyarat, yang kemudian oleh orang yang memiliki kemampuan pemahaman yang tajam diambil makna-makna lembut yang sering kali orang yang berakal terkecoh dalam memahaminya.”
Syekh Abu Nashr as-Sarraj -rahimahullah- berkata: Apa yang dikatakan oleh al-Wasithi, bahwa lisan kaum sufi yang muncul pertama kali melalui lisan Abu Bakr ialah saat ia mengeluarkan seluruh harta miliknya yang diinfakkan demi agama Allah.
Kemudian Rasulullah bertanya kepadanya, “Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Abu Bakr menjawab, “Allah dan Rasul-Nya”. (H.r. Tirmidzi dari Umar).
Ia menjawab pertama kali dengan Allah, kemudian Rasul-Nya. Hal ini merupakan suatu isyarat yang sangat agung bagi para ahli tauhid dalam hakikat-hakikat panauhidan kepada Allah.
Namun bukan berarti ini saja isyarat yang keluar dari lisan Abu Bakr. Masih sangat banyak isyarat-isyarat lain yang darinya boleh diambil kesimpulan-kesimpulan yang sangat lembut.
Isyarat-isyarat tersebut dapat diketahui dan dipahami oleh para ahli hakikat untuk mereka jadikan referensi dan cermin dalam berakhlak. Di antaranya ialah pidato Abu Bakr ketika ia naik diatas mimbar setelah rasulullah wafat, dimana hati para sahabat saat itu goncang dan khawatir kalau Islam akan hilang karena wafat dan hilangnya Rasulullah dari lingkungan mereka. Kemudian Abu Bakr berkata,
“Barangsiapa menyembah Muhammad maka ketahuilah bahwa Muhammad telah wafat, dan barangsiapa menyembah Allah swt. Maka sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha hidup dan tidak akan pernah mati.” (H.r Ahmad, Abdurrazzaq dari Aisyah dan Ibanu Abbas, dan Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu Umar).
Makna yang sangat halus dalam ungkapan tersebut ialah keteguhan dalam bertauhid dan berusaha memperkokoh hati para sahabat dalam bertauhid.
Diantara ungkapan yang lain ialah saat Perang Badar, ketika Rasulullah berdo’a:
“Ya Allah, jika sekelompok manusia (dari umat Islam) ini Engkau hancurkan, maka setelah itu Engakau tidak akan disembah lagi di muka bumi ini.”
Kemudian Abu Bakr berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah tinggalkanlah permohonanmu kepada Tuhan, sebab -demi Allah- Dia pasti mengabulkan apa yang dijanjikan kepada-Mu.”(H.r. Muslim dan Tarmidzi dari Ibnu Abbas dan Umar).
Dimana janji itu adalah firman Allah swt., “(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyuka kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah (pendirian) orang yang telah beriman’. Kelak akan Aku jadikan rasa ketakutan kedalam hati orang-orang kafir.” (Q.s. al-Anfal: 12)
Di sini tampak satu keistimewaan Abu Bakr, dimana ia telah memiliki hakikat tashdiq ( pembenaran ) terhadap kemenangan yang dijanjikan Allah kepada umat Islam . Dimana hati para sahabat yang lain goncang . Ini menunjukkan hakikat keimanan dan keistimewaan Abu Bakr.
Jika ada orang yang bertanya “ Apa makna perubahan Rasulullah dan keteguhan hati Abu Bakr , sementara Rasulullah jauh lebih sempurna daripada Abu Bakr dalam segala kondisi spiritual?”
Maka jawabannya adalah karena Rasulullah lebih tahu tentang Allah daripada Abu Bakr Sementara itu, Abu Bakr lebih kuat imannya daripada para sahabat Rasulullah yang lain . Keteguhan Abu Bakr mencerminkan hakikat keimanannya terhadap kebenaran janji Allah . Sedangkan perubahan pada diri Nabi adalah karena beliau lebih tahu tentang Allah. Sehingga beliau tahu dari Allah apa yang tidak diketahui Abu Bakr dan juga sahabat yang lain.
Apakah Anda tidak tahu , bahwa ketika angin bertiup kencang maka warna kulit beliau berubah, sementara tidak seorang pun dari sahabatnya yang warna kulitnya berubah ?
Rasulullah juga bersabda ,” Andaikan kalian tahu apa yang aku ketahui tentu kalian kurang bisa tertawa, banyak menangis, keluar menuju ke berbagai jalan { untuk mencari perlindungan kepada Allah }, dan tidak akan tenang di atas tempat tidur .” ( H.r. Bukhari, al-Hakim dan ath-Thabrani, lihat kembali hlm. 247).
Abu Bakr juga memiliki kekhususan di antara para sahabat dalam hal firasat dan ilham . Itu bisa diketahui dalam tiga kes :
Pertama, ketika pendapat para sahabat Rasulullah telah mencapai titik sepakat untuk tidak memerangi orang murtad yang tidak mau membayar zakat setelah wafat Rasulullah saw. Namun Abu Bakr tetap bersikukuh pada pendiriannya untuk memerangi mereka .
Kemudian ia berkata,”Demi allah , andaikan mereka tidak mau membayarku zakat unta dan kambing yang pernah mereka bayarkan kepada Rasulullah, niscaya aku akan memerangi mereka dengan pedang.” Sementara pendapat Abu Bakr inilah yang benar.
Kemudian para sahabat berkata.” Sesungguhnya yang benar adalah pendapatnya sekalipun ia berbeda pendapat dengan sahabat-sahabat yang lain tentang apa yang mereka kemukakan.”
Akhirnya sahabat-sahabat yang lain merujuk kepada pendapat Abu Bakr, dimana mereka melihat bahwa pendapat dialah yang benar.
Kedua, Saat ia berbeda pendapat dengan sebagaian besar sahabat mengenai penarikan mundur pasukan Usamah. Dan ia berkata,” Demi Allah, saya tidak akan mengingkari janji yang pernah disepakati oleh Rasullah.”
Ketiga, ialah ucapan Abu Bakr kepada Aisyah. “Sesungguhnya aku akan memberimu dua saudara laki-laki dan dua perempuan.” Aisyah saat itu hanya tahu bahwa ia hanya memiliki dua saudara laki-laki dan seorang perempuan.
Pada saat itu Abu Bakr memiliki seorang budak perempuan yang sedang hamil. Maka ia berkata,” Hati nuraniku mengatakan bahwa janin yang ada dalam rahimnya adalah perempuan.”
Ini menunjukkan firasat dan ilham yang sangat tajam dan sempurna.
Nabi saw bersabda:
“ Hati-hatilah terhadap firasat orang mukmin karena ia melihat dengan Nur Allah.” (H.r. ath-Thabrani dari Abu Umamah, Tirmidzi dari Abi Said, Abu Nu’aim dan al-Bazzar dari Anas).
Sementara itu pada diri Abu Bakr masih terdapat makna-makna lain yang banyak dijadikan referensi para ahli hakikat dan mereka yang mampu mengendalikan hati nurani. Dan jika disebutkan semua maka kitab ini akan menjadi sangat tebal.
Di ceritakan dari Bakr bin Abdullah al-Muzani yang mengatakan,”Abu Bakr tidak melebihi semua sahabat Rasul yang lain dalam hal banyak berpuasa dan shalat, namun ia memiliki kelebihan yang ada di dalam hatinya.”
Sebagian kaum sufi mengatakan, bahwa apa yang terjadi didalam hati Abu Bakr adalah cintanya kepada Allah Azza wa Jalla dan nasihat karena-Nya.
Disebutkan, Tatkala tiba waku shalat, Abu Bakr berkata, “Wahai anak Adam bangunlah ke neraka yang kalian nyalakan, kemudian padamkanlah.”
Diriwayatkan, bahwa suatu saat ia pernah makan makanan yang ada syubhatnya. Ketika ia tahu bahwa itu ada syubhatnya, maka ia muntahkan sembari berkata, “Demi Allah andaikan makanan itu tidak bisa keluar kecuali dengan mengorbankan jiwa (ruh)ku maka akan aku keluarkan juga, Sebab aku mendengar Rasulullah bersabda, “Tubuh yang diberi makan dari barang haram maka neraka lebih pantas untuknya.” (H.r. Tirmidzi danIbnu Hibban dari Ka’ab bin ‘Ajarah).
Abu Bakr pernah berkata, “Aku ingin menjadi tumbuhan hijau yang dimakan oleh binatang, dan tidak pernah diciptakan, karena aku takut siksa Allah dan ketakutan di hari Kiamat.”
Diriwayatkan dari Abu Bakr ash-Shiddiq yang mengatakan: Ada tiga ayat dalam kitab Allah yang menyibukkanku dari yang lain:
Pertama:
“Jika Allah menimpakan suatu bahaya kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghalanginya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan untukmu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya.” (Q.s. Yunus: 107)
Maka aku tahu bahwa, apabila Allah menghendaki kebaikan untukku, maka tidak ada seorang pun yang bisa menghilangkannya dariku selain Dia sendiri. Dan jika Dia menghendaki kejelekan untukku, maka tidak ada seorang pun yang mampu menghindarkannya selain Dia sendiri.
Kedua:
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (Q.s. al-Baqarah: 152)
Maka demi Allah, sejak aku membaca ayat ini tidak lagi pernah memikirkan masalah rezekiku.”
Disebutkan pula, bahwa bait syair berikut adalah dari Abu Bakr ash-Shiddiq:
Wahai orang yang membanggakan dunia dan perhiasannya
Bukankah kebanggaan itu mengangkat tanah dengan tanah
Jika Anda ingin melihat manusia yang paling mulia
Maka lihatlah seorang raja yang mengenakan pakaian orang miskin
Itulah yang besar kasih sayangnya dimata manusia
Itulah yang berguna bagi dunia dan agama.
Dikisahkan dari al-Junaid yang mengatakan, “Kalimat tentang tauhid yang paling mulia adalah apa yang dikatakan Abu Bakr, ‘Mahasuci Dzat Yang tidak membuka jalan untuk ma’rifat-Nya kecuali dengan menjadikan seseorang tidak sanggup mengetahui-Nya’.
No comments:
Post a Comment