image

image

Monday, April 21, 2014

Malas


Barangsiapa yang memperhatikan nash-nash syar’i dalam masalah ini, niscaya dia akan mendapati bahwa agama Islam adalah agama yang mencela sifat malas. Di antara dampak negatif malas adalah:

1.       Turunnya adzab
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah suatu desa untuk keluar berperang, tetapi mereka bermalas-malasan dan berat untuk keluar berperang. Maka Allah ‘Azza wa Jalla menahan hujan untuk mereka, dan itulah adzabnya bagi mereka. ( Ath-Thabari 14/254, dishahihkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak 2/118)

2.      Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung dari sifat malas
Dari Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa lemah dan malas, dari rasa takut, tua, dan bakhil. Dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur dan fitnah hidup dan kematian.”
 - HR. Bukhari:2668, Muslim: 2706

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Adapun malas maka akan melahirkan sifat menyia-nyiakan waktu, berlebihan, tidak mendapat apa pun, dan penyesalan yang sangat parah. Maka hal itu akan menafikan sifat keinginan dan kekuatan yang keduanya merupakan buah dari ilmu. Sesungguhnya apabila seseorang mengetahui bahwa kesempurnaan dan kenikmatannya pada sesuatu tentu akan mencarinya dengan usaha dan keinginan yang kuat. Karena setiap orang akan selalu berusaha untuk menggapai  kesempurnaan diri dan kelezatannya. Akan tetapi, kebanyakan mareka salah dalam menempuh jalan karena tidak adanya ilmu. Maka ilmu yang sempurna akan memahamkan seorang hamba bahwa kebahagiaannya adalah dengan ini, maka bagaimana mungkin rasa malas menghampirinya. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung dari rasa malas.” 

3.      Mewariskan jiwa yang jelek
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَإِنْ اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَإِنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ وَإِلَّا أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلَانَ

Apabila seorang hamba bangun malam, kemudian berdzikir kepada Allah, terlepaslah satu ikatan. Apabila dia berwudhu, terlepaslah satu ikatan lagi. Jika dia shalat, maka akan terlepas seluruh ikatan. Maka pagi harinya jiwanya akan semangat dan bagus. Jika tidak bangun (malam), jadilah jiwanya jelek dan malas.” - HR. Bukhari: 1142, Muslim: 776

Imam Raghib al-Ashfahani rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang malas, akan hilang darinya sifat kemanusiaan. Bahkan dia termasuk dalam golongan hewan. Waspadalah engkau dari sifat malas, karena jika kamu malas maka engkau tidak akan mampu menunaikan sebuah hak. Jika engkau bosan maka engkau tidak akan sabar untuk menunaikan hak. Karena waktu luang itu akan menghilangkan keadaan manusia. Bahkan seluruh anggota badan menusia jika tidak digunakan maka akan rusak.”

4.      Meniru sifat orang munafik
Malas adalah sifat dasar orang-orang munafik. Allah Subhaanahu wa Ta’ala mengisahkan tentang mereka dalam firman-Nya:
إِنَّ ٱلۡمُنَـٰفِقِينَ يُخَـٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَـٰدِعُهُمۡ وَإِذَا قَامُوٓاْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُواْ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيل
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka . Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya [dengan shalat] di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (QS. An-Nisâ’ [4]: 142)

Dan sisi negatif lainnya yang sangat banyak dari sifat malas ini. Di dalam buku Mausû’ah Nadhratun Na’îm disebutkan bahwa sifat malas membawa dampak jelek di antaranya:
1)      Membawa matinya semangat dan memendam daya pikir
2)      Salah satu sebab menuju jalan pintas untuk mengambil harta orang lain
3)      Semakin jauh dari Allah
4)      Sebagai bentuk nyata kemunduran suatu umat dan masyarakat
5)      Pertanda semangatnya sedang jatuh
6)      Mewariskan kehinaan dan kerendahan.


MACAM-MACAM MALAS

Sifat malas ada dua macam:

Pertama: Malasnya akal, tidak memakainya untuk berpikir dan merenungi ciptaan Allah ‘Azza wa Jalla atau bisa juga tidak menggunakan akal untuk sesuatu yang memperbaiki dirinya, berupa dunia dan kehidupannya. Tidaklah kemunduran sebuah kaum kecuali karena sebab malasnya orang-orang yang berakal dan sedikitnya orang yang mau memanfaatkan kekuatan pikiran pemberian Allah ‘Azza wa Jalla ini.

Kedua: Malasnya badan. Yaitu mencakup seluruh anggota badan. Malas ini akan membawa kemunduran individu. Berpengaruh pada keadaan suatu kaum dalam bidang pertanian, industri, dan selain keduanya.

Malas untuk menerima perkataan orang lain, kerana menyangka diri sendiri yang paling betul, ini juga punca, menafikan kebenaran,



SEBAB-SEBAB MALAS

1.      Tabiat manusia itu sendiri
Di antara manusia ada yang terbiasa untuk berjiwa malas. Jiwanya condong untuk menunda-nunda sebuah urusan. Tidak ada semangat untuk  mencapai perkara yang sempurna. Hidupnya habis untuk bermalas-malasan, jalan di tempat, dan tidak maju-maju. Allahul Musta’an

2.       Pendidikan di rumah
Pendidikan di dalam rumah mempunyai peranan yang sangat besar dalam membentuk kepribadian seseorang. Anak pemalas, bisa jadi karena kebiasaan di rumahnya demikian. Inilah pentingnya menanamkan pendidikan yang benar sejak di dalam rumah.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Betapa banyak orang yang membinasakan anaknya, kelezatan hatinya hanya untuk dunia, sedang dirinya lalai dari kampung akhirat. Tidak mendidik anaknya, malah membantu anak untuk memuaskan nafsunya. Dia menyangka dengan demikian telah berbuat baik dan memuliakan anaknya, bahkan yang benar dia telah menghinakan, dia menyangka menyayangi padahal hakikatnya menzaliminya. Maka hilanglah kesempatan untuk mengambil manfaat dari anaknya, dan hilanglah darinya bagiannya di dunia dan akhirat. Apabila engkau perhatikan kerusakan pada anak, maka engkau akan dapati bahwa sebab umumnya adalah dari seorang bapak.”


3.       Lingkungan dan masyarakat
Dua perkara ini punya pengaruh besar dalam perubahan diri seseorang. Seorang yang tumbuh dalam lingkungan yang baik akan melatih jiwa menjadi semangat. Hal ini bagaikan sebuah tanaman yang tumbuh di tanah yang baik. Allah Jalla Jalaluh berfirman:
وَٱلۡبَلَدُ ٱلطَّيِّبُ يَخۡرُجُ نَبَاتُهُ ۥ بِإِذۡنِ رَبِّهِۦ‌ۖ وَٱلَّذِى خَبُثَ لَا يَخۡرُجُ إِلَّا نَكِدً۬ا‌ۚ ڪَذَٲلِكَ نُصَرِّفُ ٱلۡأَيَـٰتِ لِقَوۡمٍ۬ يَشۡكُرُونَ
Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran [Kami] bagi orang-orang yang bersyukur. (QS. Al-A’râf[7]: 58)

4.       Sedikitnya pendidik dan teladan yang baik
Hal ini bisa menimpa siapa saja. Orang yang tidak punya teladan dan pendidik yang baik, maka dia akan tumbuh menjadi jiwa yang berkembang sesuai keinginannya. Tumbuh hidup sesuai dengan keinginannya sendiri, tanpa arah dan bimbingan. Ini perlunya mencari teman yang baik atau seorang yang bisa menjadi panutan.

5.       Istri dan anak
Bisa jadi seorang istri adalah fitnah bagi suaminya. Menghalanginya dari ibadah, menghalanginya dari menuntut ilmu, menghalanginya dari mencari usaha untuk menggapai perkara yang mulia. Hal itu dikarenakan seorang istri yang terlalu banyak menuntut, meminta bantuan suaminya, dan lain-lain. Demikian pula anak-anak  bisa menjadi fitnah bagi ayah dan ibunya. Sangat khawatir akan perkembangan anak di masa akan datang, takut anaknya tidak berhasil, dan lain-lain. Adapun ketika seorang anak menyimpang dari jalan lurus, dirinya malah merasa tenang, cuek, dan tidak peduli. Benarlah firman Allah Jalla jalaluh yang berbunyi:
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّ مِنۡ أَزۡوَٲجِكُمۡ وَأَوۡلَـٰدِڪُمۡ عَدُوًّ۬ا لَّڪُمۡ فَٱحۡذَرُوهُمۡ‌ۚ وَإِن تَعۡفُواْ وَتَصۡفَحُواْ وَتَغۡفِرُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu mema’afkan dan tidak memarahi serta mengampuni [mereka] maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. At-Taghâbun [64]: 14)

6.       Banyak tidur
Banyak tidur membuat hati menjadi kotor.  Jiwanya akan merasa malas, tidak punya semangat untuk berbuat kebaikan dalam memanfaatkan waktunya. Waktunya habis di atas kasur, tercegah dari kebaikan yang banyak. Bahkan tidak mustahil perkara yang Allah Jalla jalaluh wajibkan seperti shalat jadi terlalaikan, bahkan juga menjadi sebab percekcokan dalam rumah tangga!!

7.       Panjang angan-angan dan sering menunda-nunda
Ini adalah problem besar yang sering menghambat dalam pemanfaatan waktu. Oleh karena itu, Allah Jalla Jalaluhu mengancam dengan ancaman yang keras bagi orang yang sering menunda-nunda dan berangan-angan. Firman-Nya:
ذَرۡهُمۡ يَأۡڪُلُواْ وَيَتَمَتَّعُواْ وَيُلۡهِهِمُ ٱلۡأَمَلُ‌ۖ فَسَوۡفَ يَعۡلَمُونَ
Biarkanlah mereka [di dunia ini] makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan [kosong], maka kelak mereka akan mengetahui [akibat perbuatan mereka]. (QS. Al-Hijr [15]: 3)
Imam al-Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Firman-Nya: ‘dan dilalaikan oleh angan-angan kosong’, yaitu yang menyibukkan mereka dari ketaatan.”


Angan-angan kosong akan membawa rasa malas dari beramal. Menjadikan diri terbuai dalam lamunan, hingga waktunya banyak terbuang dan sia-sia. Karena sering berangan-angan kosong akhirnya dia akan sering menunda-nunda pekerjaan yang ingin ia kerjakan. Jadilah umur dan waktunya habis tanpa meraih tujuan yang ia citakan. Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu berwasiat:

 إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ

Jika engkau berada  di petang hari, janganlah menunggu pagi, dan jika engkau berada di pagi hari, janganlah menunggu petang.  Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu, dan waktu hidupmu sebelum matimu.”

No comments:

Post a Comment