image

image

Thursday, April 17, 2014

Taqwa yang Sebenar-benarnya

Tafsir Surah Ali ‘Imran (102-103) : Taqwa yang Sebenar-benarnya

“Tidaklah seorang hamba dikatakan bertakwa kepada Allah hingga lidahnya bergetar.”
 

Ketaqwaan adalah keadaan yang harus dimiliki oleh setiap orang yang beriman. Allah memerin­tahkan agar kaum mukminin bertaqwa yang sebenar-benarnya dan senantiasa menjaga keimanan hingga akhir hayat.

Allah juga memerintahkan agar mereka selalu berpegang kepada tali Allah, tidak bercerai berai, dan selalu mengingat nik­mat yang Dia berikan kepada mereka.

Ayat 102 dan 103 surah Ali ‘Imran berikut ini berbicara tentang hal-hal tersebut, yang harus selalu kita ingat dalam men­jalani kehidupan ini. Marilah kita perhati­kan kedua ayat itu dan penafsirannya se­bagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

Allah SWT berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, ber­taqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kali­an semua kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai, dan ingat­lah akan nikmat Allah kepada kalian keti­ka kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermu­suh-musuhan, maka Allah mempersatu­kan hati kalian, lalu menjadilah kalian, ka­rena nikmat Allah, orang-orang yang ber­saudara; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian darinya. Demikianlah Allah mene­rangkan kepada kalian ayat-ayat-Nya, agar kalian mendapat petunjuk.


Mengenai firman Allah yang artinya “Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya”, Abdullah bin Mas`ud berkata, “Maksud­nya adalah hendaknya Allah itu ditaati dan jangan didurhakai, diingat dan jangan dilupakan, serta disyukuri dan jangan dikufuri.”

Diriwayatkan dari Anas bahwa ia mengatakan, “Tidaklah seorang hamba dikatakan bertakwa kepada Allah hingga lidahnya bergetar.”

Sa‘id bin Jubair dan yang lainnya ber­pendapat bahwa ayat ini telah dinasakh oleh firman Allah, yang artinya, “Maka bertaqwalah kepada Allah menurut ke­pamampuan kalian.” Namun Ibnu Abas mengatakan bahwa ayat 102 ini tidak di­nasakh, dan yang dimaksud dengan taq­wa yang sebenar-benarnya kepada-Nya ialah: hendaknya kalian berjihad di jalan Allah dengan sungguh-sungguh, jangan sampai celaan orang menyurutkan lang­kah kalian dalam berjuang di jalan Allah, dan berlaku adillah walaupun terhadap diri kalian sendiri, orangtua kalian, dan anak-anak kalian.

Firman Allah SWT, yang artinya, “Dan janganlah sekali-kali kalian mati melain­kan dalam keadaan beragama Islam” yakni peliharalah Islam sepanjang waktu, supaya kalian mati dalam keadaan Islam.

Dan di antara sunnah Allah adalah ba­rang siapa hidup dalam sesuatu, ia akan mati dalam sesuatu itu, dan barang siapa mati dalam sesuatu, ia akan dibangkitkan dalam sesuatu itu.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Hai orang-orang yang ber­iman, bertaqwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Se­andai­nya setetes zaqum (makanan untuk orang-orang di neraka) menetes ke dunia, niscaya ia dapat merusak kehidupan pen­duduk bumi ini. Lalu, bagaimana jadinya dengan orang yang tidak memiliki ma­kanan kecuali zaqum?

Imam Ahmad meriwayatkan dari dari Abdullah bin Umar, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa ingin dijauhkan dari neraka dan dimasuk­kan ke dalam surga, hendaklah ia mati da­lam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir serta mendatangkan ke­pada manusia sesuatu yang ia sendiri ingin didatangkan seperti itu.”

Mengenai firman Allah yang artinya “Dan berpegang teguhlah kalian semua kepada tali Allah”, ada yang mengatakan bahwa tali Allah berarti janji kepada Allah, sebagaimana dikatakan dalam ayat se­sudahnya, yang artinya, “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang pada janji dengan Allah dan janji dengan manusia.” (QS Ali Imran: 112).

Pendapat lain me­ngatakan bahwa yang dimaksud dengan tali Allah ialah Al-Qur’an, sebagaimana dikatakan dalam hadits Al-Harits Al-A`war dari Ali mengenai gambaran tentang Al-Qur’an, “Al-Qur’an merupakan tali Allah yang kuat dan jalan-Nya yang lurus.”

Kemudian Allah berfirman, yang arti­nya, “Dan janganlah kalian bercerai be­rai.” Allah menyuruh kita bersatu dan melarang kita bercerai berai.

Banyak hadits yang menyebutkan hal itu, seperti hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah meridhai dari kalian tiga perkara dan membenci dari kalian tiga perkara pula. Dia ridha kepada kalian jika kalian menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, kalian semua berpegang teguh kepada tali Allah dan tidak bercerai-berai, dan kalian setia kepada orang yang telah diserahi urusan kalian oleh Allah. Dan Allah murka kepada kalian karena tiga hal: banyak berbicara (banyak mengata­kan bahwa orang berbicara begini dan begini), banyak bertanya (yang tidak perlu), dan menyia-nyiakan harta.”

Firman Allah yang artinya “Dan ingat­lah akan nikmat Allah kepada kalian ke­tika kalian bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan kalian, lalu men­jadikan kalian, karena nikmat Allah, orang yang bersaudara”, ayat ini berkaitan dengan kaum Aus dan Khazraj. Pada masa Jahiliyah, terjadi perang yang panjang di antara mereka. Setelah me­reka masuk Islam, mereka menjadi ber­sau­dara dan saling mencintai, berkat ke­agungan Allah.

Mereka bersatu di jalan-Nya dan tolong-menolong dalam kebajik­an dan taqwa.

semoga kita mendapat pelajarannya
buktinya kelihatan dalam tata kelakuan kita, dalam tindak tanduk kita, inshaAllah

1 comment:

  1. Ayat ini adalah ayat yang sentiasa dibaca oleh khatib dalam khutbah Jumaat. Bahawa seseorang yang beriman itu setelah yakin adanya Allah hendaklah sentiasa mempunyai hubungan dengan Allah sehingga meresap kedalam jiwa raganya memelihara terus hubungan ini bagi memupuk dan mempertingkatkan iman dari masa ke semasa.

    Orang yang bertaqwa dengan sebenar-benar taqwa akan terpelihara tujuan hidupnya. Hidupnya adalah dipandu dan dipimpin dengan kepercayaan bahawa tempat untuk berlindung hanya kepada Allah SWT; menjadikan al-Quran sebagai pedoman hidup dan bahawa pemimpin yang sejati adalah nabi besar Muhammad SAW. Keimanan mereka tidak akan boleh diganggu gugat dengan berbagai cabaran, ancaman dan pujuk rayu bagi mengurangkan ketaqwaan mereka kepada Allah SWT.

    Sebagai muslim hendaklah sentiasa berdoa dan mengharapkan agar kita mati sebagai seorang muslimin. Maka berpegang teguhlah kita akan sifat bertaqwa itu semasa menjalani kehidupan . Dengan demikian jiwa muslim kita menjadi besar, teguh dan kebal sehingga ke penghujung hayat kita tanpa dapat digelincirkan oleh apa saja cabaran, halangan dan ancaman.
    Rujukan Tafsir Al-Azhar Prof. Dr. HAMKA

    ReplyDelete