image

image

Friday, September 24, 2010

Muhkamat dan Mutasyabihat

1. Bahwa Al Qur’an seluruhnya adalah muhkamat, sebagaimana firman-Nya :
كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِن لَّدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ
Artinya : “(Inilah) suatu Kitab yang ayat-ayat-Nya adalah muhkamat.” (QS. Huud : 1)

2. Bahwa Al Qur’an seluruhnya adalah mutasyabihat berdasarkan firman-Nya :
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُّتَشَابِهًا
Artinya : “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang mutasyabihat.” (QS. Az Zumar : 23)

3. Bahwa Al Qur’an sebahagiannya adalah muhkamat sedangkan sebahagiannya lagi mutasyabihat, inilah yang paling benar, berdasarkan firman-Nya :
وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ في قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ
Artinya : “Dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. adapun orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan.” (QS. Ali Imran : 7)



1. Ihkam bererti kukuh, ihkamul kalam : perkataan yang kukuh dan terang yang bererti perkataan untuk membezakan kejujuran dari kedustaan didalam suatu berita, petunjuk dari kesesatan didalam berbagai perintah. Al Qur’an muhkam dengan makna ini, terang tanpa ada kesamaran didalamnya bagi setiap orang, firman Allah swt :
الَر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِن لَّدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ
Artinya : “Alif laam raa, (Inilah) suatu Kitab yang ayat-ayat-Nya muhkamat serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha tahu.” (QS. Huud : 1)

2. Tasyabuh didalam suatu perkataan digunakan untuk keserupaan atau kesesuaian, ertinya bahwa sebahagiannya membenarkan sebahagian lainnya didalam perintah-perintahnya, tidak memerintahkan sesuatu didalam satu tempat namun melarangnya di tempat yang lain, sebahagiannya membenarkan sebahagian lainnya didalam berita-beritanya, apabila dia memberitahu tentang terjadinya sesuatu di satu tempat namun tidak memberitahukan penafiannya di tempat yang lainnya. Al Qur’an seluruhnya mutasyabihat dengan makna ini namun tidak ada pertentangan dan kekacauan didalamnya, firman-Nya :
أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفًا كَثِيرًا
Artinya : “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An Nisa : 82)

اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُّتَشَابِهًا
Artinya : “Allah Telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang mutasyabihat.” (QS. Az Zumar : 23)

Mutasyabihat dalam makna ini tidaklah bertentangan dengan ihkam dengan maknanya yang umum bahkan salah satunya membenarkan yang lainnya dan tidak saling bertentangan.

3. Tasyabuh dalam arti yang khusus : adalah memiliki keserupaan terhadap sesuatu dari satu sisi namun berbeda dari sisi yang lainnya. Didalam Al Qur’an terdapat ayat-ayat yang mutasyabihat dengan makna ini yaitu mengandung berbagai dalil yang bersesuaian dengan ayat-ayat muhkam dan juga mengandung berbagai dalil yang bertentangan dengannya sehingga maksud darinya menjadi samar di sebagian manusia.
Barangsiapa yang mengembalikan mutasyabihat dengan makna khusus ini kepada ayat-ayat yang muhkamat yang sudah jelas maka akan tampaklah maksud dari ayat-ayat mutasyabihat itu dan dapat membantunya mendapatkan kebenaran. Dan barangsiapa dari kalangan ulama yang berhenti pada ayat-ayat mutasyabihat itu dan tidak mengembalikannya kepada ayat-ayat muhkamat yang sudah terang maka sungguh dirinya telah berada didalam suatu kebatilan dan mengalami kesesatan dari jalan yang lurus, seperti orang-orang Nasranu didalam argumentasi mereka tentang Isa adalah anak Allah. Allah mengatakan tentangnya bahwa ia adalah “kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam” dan meninggalkan mereka (orang-orang Nasrani) untuk kembali kepada firman-Nya tentang Isa as.
: “Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang kami berikan kepadanya nikmat (kenabian).” (QS. Az Zukhruf : 59)

إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِندَ اللّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِن تُرَابٍ ثِمَّ قَالَ لَهُ كُن فَيَكُونُ
Artinya : “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, Kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), Maka jadilah Dia.” (QS. Al Imran : 59)

Artinya : “Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (QS. Al Ikhlas : 1 -3)

Terhadap tasyabuh dalam arti khusus dan ihkam yang khusus ini serta adanya perselisihan manusia didalam sikap mereka terhadapnya telah ditunjukkan oleh firman-Nya :
هُوَ الَّذِيَ أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ في قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاء الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاء تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُواْ الألْبَابِ
Artinya : “Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. adapun orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang yang berakal.” (QS. Al Imran : 7)

Dengan ayat itu dapat diketahui bahwa Al Qur’an adalah penjelas segala sesuatu, berisi petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi kaum muslimin dan tampaklah keserasian diantara nash-nashnya dan bahwasanya ar Rosikhun adalah orang yang menginginkan kebenaran lalu mengembalikan ayat-ayat yang mutasyibihat itu kepada ayat-ayat muhkamat dalam memberikan keputusan tentangnya sehingga menghilangkan kesamaran yang ada didalam ayat-ayat mutasyabihat yang memiliki makna khusus itu dan dapat diketahui maksudnya.
Hal ini berbeza dengan orang yang didalam hatinya terdapat penyakit keraguan dan kesesatan yang membawa kepala-kepala mereka mengikuti hawa nafsu mereka cenderung kepada nash-nash yang mutasyabihat tanpa mengembalikannya kepada yang muhkamat dikeranakan menginginkan fitnah, menginginkan kekacauan ditengah-tengah manusia serta menyesatkan mereka dari jalan yang lurus.
(Al Lajnah ad Daimah Lil Buhut wal Ifta’ juz VI hal 55 – 58)

Dan ketika ayat-ayat mutasyabihat itu tidak dijelaskan atau diterangkan oleh dalil-dalil yang qoth’i maka hendaklah mengimaninya dan tidak memberikan pena’wilan atasnya, sebagaimana penuturan Imam az Zarkasyi,”Adapun ayat-ayat muhkamat maka diamalkan sedangkan yang mutasyabihat hendaklah diimani, tidak mena’wilkannya apabila tidak ada dalil qoth’i yang menjelaskan tentangnya.”

No comments:

Post a Comment